Allah subhaanahu
wa ta’aalaa mensyari’atkan menyembelih al-udhiyah (hewan kurban) bagi kaum
muslimin yang memiliki kemampuan. Hal ini Allah sebutkan dalam firman-Nya:
“Maka
shalatlah hanya kepada Rabb-mu dan menyembelihlah.” (QS. Al-Kautsar: 2) Di dalam ayat ini yang
dimaksud dengan “menyembelih” adalah menyembelih hewan kurban pada hari nahr
(‘Idul Adha dan tiga hari setelahnya). Pendapat ini dipilih oleh mayoritas
ahli tafsir dan dikuatkan oleh Ibnu Katsir. (lihat Zadul Masir 6/195 dan
Tafsir Ibnu katsir 8/503)
Makna
Udhiyah
Al-Udhiyyah adalah bentuk tunggal dari al-adhahi. Al-Imam
al-Jurjani menjelaskan, bahwa al-udhiyah adalah nama untuk hewan kurban
yang disembelih pada hari-hari nahr (Idul Adha dan 3 hari setelahnya)
dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. (At-Ta’rifat
1/45)
Hukum
Udhiyah
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah mu’akkadah, dan bagi
orang yang memiliki kemampuan agar tidak meninggalkannya. Adapun jika
berkurbannya karena wasiat atau nadzar maka menjadi wajib untuk ditunaikan. (Majmu’
Fatawa Ibnu Baaz 16/156 dan Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 25/10)
Kedudukan
Berkurban dalam Islam
Berkurban
memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Cukuplah menunjukkan hal itu
manakala kurban itu lebih utama daripada shadaqah sunnah. Ibnu Qudamah
berkata, “Al-Udhiyah lebih utama ketimbang shadaqah biasa yang senilai
dengannya.” (Al-Mughni 9/436)
Syarat-Syarat
Udhiyah
Ada empat
syarat hewan yang boleh untuk dijadikan sebagai udhiyah:
Pertama: Dari jenis hewan yang telah ditentukan syari’at
yaitu unta, sapi, dan kambing. Barangsiapa berkurban dengan kuda atau ayam maka
tidak sah walaupun bentuknya lebih bagus dan harganya lebih mahal.
Kedua: Telah mencapai usia tertentu, yaitu enam bulan untuk
domba dan satu tahun untuk kambing Jawa. Adapun untuk sapi adalah dua tahun,
sedangkan unta adalah lima tahun.
Barangsiapa
berkurban dengan domba berumur lima bulan atau sapi berumur satu tahun maka
tidak sah.
Ketiga: tidak memiliki 4 cacat tubuh yang disebutkan dalam hadits
al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallaahu ‘anhu, “Ada empat cacat yang tidak
boleh ada pada hewan kurban; al-‘aura (buta sebelah) yang jelas butanya, sakit
yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan kurus yang tidak ada
sumsumnya.”
Maka tidak
boleh berkurban dengan hewan-hewan yang memiliki kriteria cacat tubuh seperti
tersebut di atas atau yang lebih parah darinya, seperti buta kedua matanya,
putus salah satu kakinya, sekarat karena diterkam hewan buas atau yang lainnya.
Adapun cacat
tubuh yang tidak terlalu parah maka masih sah dijadikan sebagai udhiyah seperti
hewan yang terpotong telinga, tanduk, atau ekornya, baik terpotong secara
keseluruan atau hanya sebagian saja. Tetapi yang afdhal (lebih utama) adalah
memilih hewan yang bagus, gemuk, dan sehat.
Keempat: Menyembelih pada waktu yang telah ditentukan, yaitu
setelah shalat ‘Idul Adha sampai akhir hari tasyriq. Maka total waktu
penyembelihan adalah empat hari (‘Idul Adha dan 3 hari setelahnya).
Barangsiapa
menyembelih pada selain hari yang telah ditentukan maka tidak dianggap sebagai
hewan kurban walaupun orang tersebut tidak mengetahui hukumnya. (Lihat Liqa’
Al-Babil Maftuh Ibnu ‘Utsaimin 92/3 dan al-Fatawa Ibnu Utsaimin
25/13)
Satu Hewan
Cukup untuk Satu Keluarga
Berkurban
dengan satu ekor kambing telah mewakili seluruh keluarga yang tinggal dalam
satu atap walaupun berjumlah lebih dari satu keluarga. Dengan ketentuan ketika
menyembelihnya harus diniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Sebagaimana
dahulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanya berkurban satu ekor
domba untuk beliau dan seluruh isteri dan keluarga beliau shallallaahu
‘alaihi wasallam. (HR. Ahmad 6/391, lihat Majmu’ Fatawa Ibnu
‘Utsaimin 25/40).
Mengkhusukan
Kurban untuk Orang Yang Telah Meninggal
Tidak boleh
mengkhususkan kurban untuk orang yang telah meninggal walaupun kerabat dekat.
Karena hal ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam dan para shahabat beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Adapun jika meniatkan untuk diri dan semua keluarganya baik yang masih hidup
atau yang telah meninggal maka yang seperti ini tidak mengapa. (Lihat Liqa’
Al-Babil Maftuh Ibnu ‘Utsaimin 92/2)
Beberapa
Hukum Berkaitan dengan Orang yang Berkurban
Berikut
beberapa hukum yang harus diperhatikan oleh seorang yang ingin berkurban:
a. Ikhlas
Mengharap Ridha Allah subhaanahu wa ta’aalaa
Niat yang
ikhlas adalah kunci diterimanya sebuah amalan. Seorang yang berkurban dengan
kambing yang mahal harganya, gemuk tubuhnya, dan bagus bentuknya tetapi tidak
diiringi dengan keikhlasan maka tidak akan memiliki arti sedikitpun di sisi
Allah subhaanahu wa ta’aalaa,
“Tidak akan
sampai kepada Allah daging dan darahnya (hewan sembelihan), akan tetapi yang
sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dari kalian.” (QS. Al-Hajj: 37) dan ketakwaan yang paling
agung adalah mengikhlaskan niat.
b.
Tidak Boleh Memotong Kuku dan Mencukur Rambut
Memasuki
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, seorang yang telah berniat berkurban
tidak boleh memotong kuku dan semua rambut yang tumbuh di tubuh. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila
telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara
kalian hendak berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kulitnya
sedikitpun.” (HR. Muslim
no. 1977 dari Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha)
Dalam
riwayat lain, “Janganlah sekali-kali ia memotong rambutnya atau memotong
kukunya.”
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud larangan memotong
kuku dan rambut adalah menghilangkan kuku baik dengan cara memotong,
mematahkan, atau cara lainnya. Sedangkan larangan memotong rambut adalah dengan
mencukur, memendekkan, mencabut, membakar, menggunakan obat perontok, atau cara
lainnya. Larangan tersebut berlaku bagi bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan, dan seluruh
rambut yang tumbuh di tubuh.” (Al-Minhaj 6/472)
Tata Cara
Memotong Udhiyah
Cara
memotong udhiyah yang berupa kambing, baik domba maupun kambing Jawa
adalah sebagai berikut:
1.
Siapkan pisau yang tajam.
2.
Baringkanlah hewan kurban di atas lambungnya yang kiri. Kemudian
letakkanlah kaki anda di atas leher hewan kurban sedangkan tangan kiri anda
memegangi kepala hewan kurban sehingga menjadi tampak urat lehernya.
3.
Bacalah basmalah: Bismillah, Allahu Akbar, Allohumma hadza minka wa laka,
Allohumma hadzihi ‘anni wa ‘an ahli baiti. “Dengan nama Allah, Allah Maha
besar. Ya Allah (hewan) ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah, ini kurban dariku
dan keluargaku.” Dan boleh juga dengan membaca, Bismillah, wallahu Akbar
“Dengan nama Allah, Allah Maha besar.”
4.
Lalu gorokkan pisau dengan kuat di leher bagian atas hingga terputus
al-hulqum (jalan pernapasan), al-wajdain (dua urat leher) dan al-muri
(jalur makanan).
Diusahakan
menyembelih hewan kurbannya sendiri karena itu yang lebih utama, bila tidak
mampu maka diwakilkan kepada orang yang terpercaya. Boleh baginya melihat
proses penyembelihan atau pun tidak melihatnya. Dan diperbolehkan bagi wanita
menyembelih hewan kurbannya sendiri bila ia mampu melakukannya. (lihat Majmu’
Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 25/60 dan 81)
Memakan
Daging Kurbannya
Seorang yang
berkurban disunnahkan memakan sebagian dari daging hewan kurbannya, bahkan ada
sebagian ulama’ yang mewajibkannya berdasarkan firman Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:
“Maka
makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang membutuhkan lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)
Tidak ada
ketentuan batas maksimal dalam pengambilan daging kurban, boleh mengambil
sedikit, separuh, atau sebagian besar.
Berhutang
untuk Berkurban
Berhutang
untuk membeli hewan kurban diperbolehkan bagi seseorang yang memiliki pekerjaan
tetap dan penghasilan pasti, sehingga dia bisa membayar hutangnya tidak
melebihi batas tempo yang telah disepakati. Apabila tidak ada penghasilan
pasti, maka tidak dianjurkan berhutang karena syari’at kurban hanya berlaku
bagi orang yang memiliki kemampuan. (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin
25/110)
Menyimpan
Daging Kurbannya
Diperbolehkan
menyimpan daging hewan kurban walaupun lebih dari tiga hari. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hanyalah
dahulu aku melarang kalian (menyimpan daging kurban) karena ada golongan yang
membutuhkan. Sekarang makanlah, simpanlah, dan bersedehkahlah” (HR. Muslim no.1971)
Menyedekahkan
sebagian Daging Kurban
Hendaknya
daging hewan kurbannya tidak dimakan semuanya, sisihkanlah sebagiannya sebagai
sedekah bagi orang-orang fakir, Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman
(yang artinya):
“Maka
makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang
yang membutuhkan lagi fakir.” (QS. Al
Hajj: 28)
Boleh
memberikan daging hewan kurban kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum
muslimin atau menampakkan kebencian kepada mereka. (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu
Utsaimin 25/133)
Wallahu
a’lam…
Sumber:
http://www.buletin-alilmu.com/fikih-ringkas-dalam-berkurban