Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
عَنْ
جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ وَهُوَ مَرِيضٌ فَقُلْنَا حَدِّثْنَا أَصْلَحَكَ اللَّهُ
بِحَدِيثٍ يَنْفَعُ اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ
عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا
وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لَا
نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا
عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
Dari Junaadah bin Abi Umayyah ia
berkata: Kami masuk menemui Ubadah bin as-Shomit –semoga Allah
meridhainya- dalam keadaan beliau sakit. Kami berkata: Sampaikan kepada
kami hadits yang akan memberikan manfaat dengannya yang anda dengar dari
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, semoga Allah memperbaiki
keadaan anda. Ubadah bin as-Shomit menyatakan: Rasulullah shollallahu
alaihi wasallam pernah memanggil kami dan membaiat kami. Salah satu isi
perjanjiannya adalah kami berbaiat untuk bersikap mendengar dan taat
(kepada pemimpin muslim) baik dalam kondisi kami bersemangat ataupun
membencinya. Baik dalam kondisi kami sulit ataupun mudah. Meski pemimpin
itu adalah orang yang mementingkan (diri atau kelompoknya) sendiri.
Kami juga dilarang untuk memberontak kepada pemimpin tersebut. Nabi
bersabda: Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas yang kalian
memiliki hujjah nantinya di hadapan Allah (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam anNawawiy rahimahullah
memberikan judul bab Shahih Muslim terkait hadits ini dengan: Kewajiban
Taat kepada Pemimpin dalam Hal yang Bukan Maksiat, Serta Haramnya Taat
kepada Mereka dalam Hal Maksiat.
Semangat Salaf dalam Belajar dan Menyampaikan Ilmu
Hadits ini memberikan contoh keteladanan
Ulama Salaf dalam semangat mencari dan berbagi ilmu. Junaadah bin Abi
Umayyah mengharapkan faidah hadits dari Sahabat Nabi Ubadah bin
as-Shomit, sedangkan Ubadah menyampaikan hadits meski dalam kondisi
sakit. Terlihat juga adab Junaadah sebagai murid, mendoakan kebaikan
bagi gurunya dengan menyatakan: Ashlahakallaah (semoga Allah memperbaiki
keadaan anda).
Perintah Nabi untuk Bersikap Mendengar dan Taat kepada Pemimpin
Ubadah bin as-Shomit radhiyallahu anhu
menjelaskan bahwa salah satu isi baiat Sahabat dengan Nabi adalah untuk
bersikap mendengar dan taat kepada pemimpin muslim dalam hal yang ma’ruf
(bukan kemaksiatan). Sikap ini diharapkan dilakukan dalam setiap
keadaan: baik kondisinya menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Baik
pemimpinnya adil ataupun dzhalim. Hal ini menunjukkan bahwa bersikap
mendengar dan taat kepada pemimpin muslim bukanlah perkara yang ringan
dan remeh. Namun justru sangat diperhatikan oleh Nabi dan ditekankan
benar untuk diamalkan Sahabatnya. Karena itu, hal tersebut menjadi salah
satu poin isi baiat.
Sebagian pihak ada yang hanya taat
kepada Waliyyul Amr (pemimpin muslim) jika kondisinya menguntungkan
mereka. Namun, saat keadaan sebaliknya, mereka justru tidak mau taat
kepada penguasa. Hal ini bertentangan dengan bimbingan Nabi shollallahu
alaihi wasallamtersebut. Ahlussunnah selalu berusaha mentaati
penguasanya dalam hal yang ma’ruf, baik kondisinya menguntungkan mereka
atau tidak menguntungkan.
Bersabar Menghadapi Pemimpin yang Lebih Mementingkan Diri atau Kelompoknya
Jauh sebelum muncul slogan KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme), Nabi shollallahu alaihi wasallam sudah
memberikan bimbingan kepada rakyat kaum muslimin agar bersabar
menghadapi penguasa muslim yang lebih mementingkan diri dan kelompoknya
sendiri. Sifat pemimpin yang demikian dalam istilah hadits Nabi disebut
sebagai atsaroh.
Dalam sebagian hadits, Nabi membimbing
kita untuk sabar menghadapi pemimpin tersebut dengan tetap menjalankan
kewajiban kita sebagai rakyat yang baik, dan meminta hak kita yang
banyak diambil atau terampas kepada Allah.
إِنَّكُمْ
سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا
تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ
وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
Sesungguhnya kalian akan melihat
sepeninggalku, pemimpin yang atsaroh (lebih mementingkan diri atau
kelompoknya) dan hal-hal yang kalian ingkari. Para Sahabat bertanya: Apa
yang anda perintahkan kepada kami wahai Rasulullah? Nabi bersabda:
Tunaikanlah hak mereka dan mintalah kepada Allah hak kalian(H.R
al-Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud)
Nabi mengajarkan rakyat untuk bersabar
jika melihat hal-hal yang tidak dia sukai ada pada sifat penguasa
tersebut. Nabi tidak menganjurkan mereka untuk memperjuangkan haknya
dengan demonstrasi atau pemberontakan.
Di dalam hadits yang lain Nabi
menjelaskan bahwa kesabaran dalam menghadapi pemimpin yang lebih
mementingkan diri dan kelompoknya tersebut akan menghantarkan seseorang
menikmati telaga Nabi shollallahu alaihi wasallam di akhirat nanti.
سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي وَمَوْعِدُكُمْ الْحَوْضُ
Kalian nanti akan menjumpai pemimpin
yang lebih mementingkan diri dan kelompoknya. Bersabarlah hingga kalian
menjumpai aku. Tempat bertemu yang dijanjikan untuk kalian adalah
telaga (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Tidak Memberontak Kepada Penguasa Kecuali Jika Melihat Kekufuran yang Nyata
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin
rahimahullah menjelaskan ada 5 syarat kebolehan kaum muslimin
memberontak kepada pemerintahnya yang telah kafir. Berikut ini kelima
hal tersebut yang kami intisarikan :
Syarat Pertama: ia melihat langsung
kekufuran itu, bukan sekedar mendengar, atau menukil “katanya dan
katanya” saja. Karena dalam hadits di atas, Nabi menyatakan: “an tarow”
yang artinya: kalian melihat.
Syarat Kedua: Hal itu adalah kekufuran. Bukan sekedar kefasikan atau kemaksiatan.
Syarat Ketiga: Kekufurannya itu jelas
dan terang-terangan. Tidak memungkinkan untuk ditakwil. Jika kita
menganggap itu kekufuran, tapi penguasa itu tidak menganggap sebagai
kekufuran -baik karena ijtihad mereka atau taqlid kepada orang yang
dianggap layak berijtihad- kita tidak boleh memberontak kepadanya.
Syarat Keempat: Kita memiliki hujjah
yang jelas di hadapan Allah. Kita memiliki dalil yang jelas dan tegas
bahwa itu kekufuran. Sangat jelas, bukan sekedar : mungkin saja ini
adalah kekufuran. Mungkin juga tidak kufur.
Syarat Kelima: Kita memiliki kemampuan
untuk menggulingkannya. Tanpa menimbulkan mudharat yang lebih besar.
Jangan sampai persenjataan canggih penguasa berupa roket atau tank
dilawan oleh rakyat dengan pisau dapur atau tongkat (penghalau)
keledai. (disarikan dari Syarh Shahih al-Bukhari libni Utsaimin jilid 9
halaman 490-491)
Syarat yang ke-5 adalah poin yang perlu
mendapatkan perhatian besar. Kadang terjadi kondisi terpenuhinya syarat 1
sampai 4, namun kaum muslimin di suatu negara tidak memiliki kemampuan.
Setiap ibadah yang Allah perintahkan kepada hambaNya, selalu
mempersyaratkan adanya kemampuan untuk melaksanakannya. Termasuk dalam
masalah ini. Namun, sayangnya banyak kejadian kaum muslimin terprovokasi
berusaha menggulingkan penguasanya yang kafir, padahal mereka tidak
memiliki kemampuan. Akibatnya, sangat banyak korban jiwa, harta, maupun
kehormatan dialami kaum muslimin tersebut dan justru tujuannya tidak
tercapai. Kemudharatan yang didapatkan jauh lebih besar dibandingkan
jika mereka menahan diri. Untuk menilai kelayakan apakah kaum muslimin
dalam suatu kasus tertentu sudah terpenuhi semua syaratnya atau tidak,
membutuhkan bimbingan Ulama Ahlussunnah yang masih hidup pada saat itu
dan memahami benar kondisi yang sebenarnya terjadi.
Semoga Allah Azza Wa Jalla senantiasa
memberikan taufiq dan pertolongan kepada segenap kaum muslimin untuk
menjadi rakyat yang baik atau pemimpin yang baik, berjalan sesuai aturan
Allah sesuai jabatan dan kedudukan masing-masing.
https://salafy.or.id/blog/2019/05/06/wasiat-agung-dalam-baiat-untuk-bersikap-mendengar-dan-taat/