Kisah Imam Ahmad
Memenuhi Panggilan al Ma'mun
كَفْكَفْ دُمُوعَكَ فَالطَّرِيقُ طَوِيلُ
... لَا تَتْرُكِ الدَّمْعَ الْعَزِيزَ يَسِيلُ
فِي أَوَّلِ الدَّرْبِ الطَّوِيلِ تَحَسَّرٌ
... مَاذَا عَسَاكَ -إِنِ ابْتُلِيتَ- تَقُولُ
يَاأَيُّهَا السُّنِّي لَا تَجْزَعْ إِذَا
... شَحَّ الْوُجُودُ وَهَاجَمَتْكَ فُلُولُ
وَاعْلَمْ بِأَنَّ اللّٰهَ نَاصِرُ عَبْدَهُ
... وَلَهُ مَقَالِيدُ الْأُمُورِ تَؤُولُ
Tahan! Tahan air matamu karena jalan masih
panjang...
Jangan kau biarkan air mata mulia mengalir...
Diawal jalan, memang terasa berat...
Hatimu bergumam, "apa yang akan terjadi
padaku?"...
Wahai Sunni, jangan bimbang apabila...
Sedikit penolong dan ujian datang silih
berganti...
Ketahuilah, Allah kan senantiasa menolong
hamba-Nya...
Dan kunci segala urusan kepada-Nya kembali...
________o00o________
Malam yang senyap, tak ada suara kecuali
desiran angin meniup debu-debu pasir. Atau, menyiul dari tiupan mulut para
prajurit yang terlelap. Di waktu ini, Ahmad bin Hanbal gelisah. Matanya tak
bisa terpejam. Hatinya bergolak hebat. Apa yang harus dia lakukan saat berdiri
di hadapan al-Ma'mun nanti. Dia mendapat kabar bahwa al-Ma'mun dengan geram berujar,
"Jika nanti aku benar melihatnya, aku cabik-cabik tubuhnya!"
Memang al-Ma'mun benar-benar murka kepadanya.
Dia bergeming dari ajakan al-Ma'mun: al-Qur'an adalah makhluk. Dia yakin dengan
seyakin-yakinnya bahwa al-Qur'an Kalamullah, bukan makhluk. Segala cara
dilakukan al-Ma'mun agar ia mau mengatakan al-Qur'an makhluk. Namun Ahmad tetap
tak mau. Dan sekarang ini, dia dan kawan seperjuangan satu-satunya, Muhammad
bin Nuh, dibelenggu dan dibawa munuju kemarahan al-Ma'mun.
Dalam gejolak batinnya malam itu, sempat
terbesit untuk menyerah saja menerima ajakan al-Ma'mun. Toh juga terpaksa.
Bukankah Allah mengampuni orang yang terpaksa berbuat dosa.
Namun tiba-tiba bayangan hitam samar muncul
dari kejauhan. Lama-kelamaan semakin mendekat dan jelas. Ternyata adalah
seorang Arab Badui.
"Engkaukah Ahmad bin Hanbal?"
tanyanya.
"Iya," jawab Ahmad
"Bergembiralah dan tetaplah bersabar!
Karena itu hanya tebasan yang engkau rasakan di dunia ini. Dan engkau akan
masuk surga dari tebasan itu," Badui membesar-besarkan hatinya.
"Cintakah engkau kepada Allah?"
lanjut Badui.
"Tentu," jawab Ahmad.
"Jika engkau mencintai Allah, tentu engkau
ingin segera bertemu dengan-Nya," nasihat Badui sambil berlalu.
Demi mendengar nasihat badui tadi, tekad Ahmad
menjadi bulat kembali: hanya Jihad fy sabilillah. Tidak ada pilihan kedua!
________oo0oo________
Tekad Ahmad semakin kuat karena seseorang
bernama Abu Ja'far al-Anbary. Abu Ja'far berkisah:
Saat aku mendengar Ahmad dibawa menghadap
al-Ma'mun, aku bergegas mengejar rombongan prajurit yang mengawalnya. Aku
berhasil mengejar. Ternyata dia sedang duduk di sebuah kemah. Aku hampiri dia.
"Abu Ja'far, berhati-hatilah! Jangan
tergesa-gesa!" katanya.
"Untuk yang seperti ini, buat apa
berhati-hati," jawabku.
"Ahmad, engkau sekarang adalah panutan.
Dan semua orang memandang ke arahmu. Demi Allah, jika engkau menerima
ajakannya, pasti banyak kaum muslimin yang juga menerima ajakannya. Namun jika
engkau menolak, pasti mereka juga akan menolak.
Apapun itu, apabila al-Ma'mun tidak jadi
membunuhmu, engkau tetap akan mati. Dan setiap orang pasti akan mati. Maka
bertakwalah kepada Allah dan jangan sekali-kali menjawab ajakannya sepatah kata
pun!" lanjutku.
Tiba-tiba saja Ahmad menangis tersedu-sedu
seraya berkata, "Ma sya Allah! Ma sya Allah! Abu Ja'far, tolong ulangi
lagi nasihatmu!"
Aku pun mengulanginya dan ia semakin
terisak-isak.
________oo0oo________
Kawan seperjuangan Ahmad dalam perjalanan
menuju kemarahan al-Ma'mun, Muhammad bin Nuh juga tak henti-hentinya
membangkitkan semangat Ahmad untuk terus tegar membela kebenaran. Suatu ketika
saat mereka beristirahat dalam perjalanan, Muhammad berkata membangkitkan
semangat Ahmad,
"Wahai Abu Abdillah, ingatlah Allah!
Ingatlah Allah! Sungguh, aku tidak sama sepertimu. Andaikan Allah mengujiku
kemudian aku menjawab ajakan orang brengsek itu, tidak ada yang akan
mengikutiku. Berbeda denganmu. Engk
au panutan. Semua orang memandang ke arahmu
menunggu apa yang akan engkau perbuat. Maka bertakwalah kepada Allah dan
tetaplah tegar."
Ahmad berkaca-kaca mendengarnya. Dan bertambah
cintalah ia kepada kawannya itu.
Hingga akhirnya sampailah Ahmad bin Hanbal dan
Muhammad bin Nuh di depan istana al-Ma'mun. Mereka berdua ditempatkan di sebuah
kemah terlebih dahulu. Mereka berdua tidak henti-hentinya sholat dan berdoa.
Dan salah satu doa yang dipanjatkan Ahmad adalah agar tidak diperlihatkan wajah
al-Ma'mun.
Tiba-tiba seorang pelayan masuk menemui
keduanya. Sembari mengusap air mata yang mengalir di wajahnya, ia berkata
kepada Ahmad, "Sungguh aku tidak sampai hati, Abu Abdillah. Al-Ma'mun
benar-benar telah menghunuskan pedangnya. Dia juga telah mengasah tombaknya.
Dia berteriak, "Tidak akan aku sarungkan pedangku dari leher Ahmad dan
kawannya itu sampai mereka berdua mengatakan al-Qur'an makhluk."
Seketika Ahmad lemas, tak kuasa menahan
tubuhnya, dan bersimpuh di atas lututnya. Sambil menghadap ke arah langit, ia
berdoa, "Rabbku, orang ini benar-benar telah lancang dengan
kelemahlembutan-Mu. Sampai-sampai dia durhaka kepada para kekasih-Mu. Ya Allah,
jikalau benar al-Qur'an adalah kalam-Mu bukan makhluk, cukupkanlah kami dari
fitnahnya."
Maka, belum berlalu sepertiga malam awal,
seantero istana dikejutkan dengan teriakan: AMIRUL MUKMININ MENINGGAL DUNIA!!!
Peristiwa ini terjadi pada tahun 218 H.
Kisah Imam Ahmad
Disiksa al Mu'thasim
Hahaha...memang benar apa katamu, kawan.
Membaca biografi ulama' membuat kita ingin menertawakan diri sendiri. Yang
sebelumnya kita 'sok merasa sudah berbuat banyak untuk Islam ternyata belum
seberapa dibandingkan mereka. Yang sebelumnya tanpa sadar 'sok merasa paling
berat ujiannya nyatanya hanya bagaikan riyak-riyak kecil di lautan jika
dibandingkan mereka. Allahul Musta'an.
♻ Adapun pertanyaanmu, bukankah pusat pemerintahan kaum muslimin di
Baghdad dan Imam Ahmad tinggal di Baghdad? Kenapa dibawa keluar Baghdad? Dimana
istana al-Ma'mun?
➡ Begini, kawan. Memang pusat pemerintahan
kaum muslimin di Baghdad. Hanya saja al-Ma'mun gemar berperang melawan kaum
kuffar. Bahkan Allah menganugrahinya kepiawaian dalam tehnik, siasat, orator
dan komando peperangan. Lihat saja kesombongannya, "Mu'awiyah bin Abi
Sufyan butuh 'Amr bin al-'Ash menjadi panglimanya. 'Abdul Malik bin Marwan
butuh Hajjaj bin Yusuf menjadi panglimanya. Sedangkan aku, aku hanya butuh
diriku sendiri."
Sehingga dia lebih memilih membangun istana
baru di tapal batas daerah kaum muslimin di Tarsus dan menyerahkan kepengurusan
di Baghdad kepada Ishaq bin Ibrahim.
Sepeninggal al-Ma'mun, khilafah diserahkan
kepada al-Mu'tashim. Namun, sungguh kasihan al-Mu'tashim. Dia mengambil
penasihat seorang ahli bid'ah bernama Ibnu Abi Duad. Berapa banyak pemimpin
yang binasa saat dia mengambil penasihat dari kalangan ahli bid'ah. Dia merusak
agama dan dunianya.
Dengan saran Ibnu Abi Duad, al-Mu'tashim
memerintahkan Ahmad dibawa kembali ke Baghdad. Tibalah Ahmad di istana
al-Mu'tashim.
Oh iya, kawan! Sebelum itu, dalam perjalanan
pulang ke Baghdad, perjuangan Ahmad semakin terjal. Dia harus berjuang
sendirian. Kawannya dipanggil Allah tabaraka wa ta'ala berpulang. Inna lillahi
wa inna ilaihi raji'un.
Kabar baiknya tak se-centi-pun Ahmad mundur
dari kancah perjuangan. Bahkan Ahmad semakin merasa harus habis-habisan membela
agama. Dia ingin menebus jasa kawannya yang senantiasa memberinya spirit
istiqamah. Ba'dallah tentunya. Ahmad tidak ingin mengecewakan kawannya. Segera
dia usap air mata dari wajahnya, mengkafani, menyolati, dan menguburkannya.
Rahimahullahu Muhammad bin Nuh.
Mengenai kawannya ini, Muhammad bin Nuh, Ahmad
berkata, "Tidak pernah aku temui orang yang walaupun masih muda belia
namun sangat istiqamah dalam agama kecuali Muhammad bin Nuh."
Tibalah Ahmad di istana al-Mu'tashim. Ahmad
melihat al-Mu'tashim dikelilingi para penasihatnya. Benar, kawan, semuanya dari
kalangan ahli bid'ah.
"Mendekatlah," kata al-Mu'tashim.
"Sebenarnya aku tak ingin mengusikmu
andaikan kau bukan tahanan khalifah sebelumku.
Sudahlah, Ahmad. Buat apa kau keras kepala
dengan keyakinanmu itu. Mudah saja urusannya. Kau hanya cukup mengucapkan
beberapa kalimat yang ku pinta. Selesai. Lalu aku sendiri yang akan melepaskan
belenggu darimu. Aku juga akan sering berkunjung ke rumahmu dengan pasukanku,
sebagai rasa hormatku padamu," lanjut al-Mu'tashim merayu.
Dengan tenang Ahmad menjawab, "Aku pun
hanya minta satu dalil saja, Amirul Mukminin. Terserah dari al-Qur'an atau
hadits. Sehingga aku penuh keyakinan mengucapkannya."
"Jawab permintaannya," seru
al-Mu'tashim kepada para penasihatnya.
Para ulama' gadungan itu pun memelintir dalil
seenaknya, berdusta atas nama al-Qur'an dan Sunah. Karena memang Ahmad ulama'
sejati, mudah saja baginya meluruskan semua dalil yang mereka putar-balikkan
maknanya. Hingga mereka semua terbungkam, tak berani berdalil lagi.
Tahu teman-temannya terbungkam, Ibnu Abi Duad
segera berkata kepada al-Mu'tashim, "Amirul Mukminin, Wallahi dia ini
sesat menyesatkan. Jangan sampai kau tertipu. Mereka inilah para penasihatmu
yang terbimbing. Soal agama, serahkan kepada mereka."
⚠ Kawan, satu pesanku, hati-hatilah memilih teman❗Karena bisa jadi hati nuranimu baik,
namun temanmu menggiringmu terlampau jauh dari kebaikan. Al-Mu'tashim sejatinya
menyimpan kekaguman kepada Ahmad. Dalam pertemuan tersebut al-Mu'tashim
bergumam tentang Ahmad, "Demi Allah, dia itu Ulama. Demi Allah, dia itu
ahli fikih. Aku ingin orang sepertinya duduk di sampingku mendebat orang-orang
kafir."
Lalu, al-Mu'tashim menoleh kepada Ahmad dan
mengulangi rayuannya, "Sudahlah, Ahmad. Buat apa kau keras kepala dengan
keyakinanmu itu. Mudah saja urusannya. Kau hanya cukup mengucapkan beberapa
kalimat yang ku pinta. Selesai. Lalu aku sendiri yang akan melepaskan belenggu
darimu. Aku juga akan sering berkunjung ke rumahmu dengan pasukanku, sebagai
rasa hormatku padamu."
Namun kali ini dengan sedikit mengancam,
"Tahukah kau Shalih Rasyidi? Dia adalah guruku, pembimbingku. Sayang dia
menyelisihiku tentang keyakinan al-Qur'an. Maka aku suruh dia diseret dan
dipenggal."
Ahmad pun menjawab dengan jawaban yang sama.
Al-Mu'tashim kembali merayu. Namun seolah rayuannya adalah pupuk yang semakin
mengokohkan prinsip Ahmad. Semakin dirayu semakin tak bergeming.
Sampai akhirnya al-Mu'tashim geram dan menyuruh
algojonya menyeret ke tempat eksekusi.
Saat digiring ke tempat eksekusi, tiba-tiba
saja ada yang menarik baju Ahmad.
"Kenal aku?" tanyanya.
"Tidak," jawab Ahmad.
"Aku Abul Haitsam. Pencuri yang bengis.
Tertulis di catatan Amirul Mukminin aku dicambuk 18.000 kali cambukan. Tapi aku
berusaha menahan pedihnya cambukan. Padahal dalam rangka mencari dunia menaati
syaithan. Sedangkan engkau dalam rangka membela agama menaati Allah. Maka
sabarlah! Sabarlah."
Karena kejadian itu, sering Ahmad berdoa,
"Ya Allah, ampunilah Abul Haitsam."
Sampailah Ahmad di tempat eksekusi. Ternyata
al-Mu'tashim ditemani Ibnu Abi Duad telah berada di sana.
Ctar...!!! Benar-benar gila! Tanpa perasaan!
Ctar...!!! Sakit. Pedih. Namun, Ahmad berusaha
mengingat-ingat pesan badui dan kawannya.
Ctar..!!! Tiba-tiba pandangan Ahmad mulai
berkunang-kunang samar. Pingsan sesaat, lalu sadar kembali. Benar-benar tak
berperasaan.
Ctar..!!! Kawan, andaikan kau di sana, kau tak
akan tahan melihat betapa beringasnya algojo mencambuk Ahmad.
Al-Mu'tashim sendiri tak tega. "Sungguh
aku telah berbuat dosa kepadanya."
"Tidak, Amirul Mukminin!" tiba-tiba
saja Ibnu Abi Duad menyela Amirul Mukminin.
"Kenapa engkau berdosa!? Dia itu kafir.
Dia itu musyrik. Pendosa. Kesyirikannya tidak hanya satu." dengan
menggebu-gebu Ibnu Abi Duad menyulut amarah al-Mu'tashim.
Benar saja. "Yang keras!!!" teriak
al-Mu'tashim kepada algojonya.
Ctar...!!!! Oh...sakit tak tertanggungkan.
Sekarang pandangan Ahmad benar-benar hitam. Ahmad baru sadar saat tabib
mengambil dagingnya yang mati akibat kejamnya cambukan tadi. Namun karena
perihnya terapi sang tabib, Ahmad kembali pingsan.
Di tempat lain, al-Mu'tashim benar-benar
menyesali perbuatannya. Biadab. Tak berperi kemanusiaan. Hatinya gundah.
Pikirannya kacau. Terlebih saat diberi tahu bahwa Ahmad berkata, "Akan aku
tuntut mereka di hadapan Allah tabaraka wa ta'ala." Al-Mu'tashim pucat,
takut, dan was-was. Akhirnya dia membebaskan Ahmad.
Dan diriwayatkan bahwa Ahmad berkata, "Aku
telah memaafkan semuanya. Kecuali Ibnu Abi Duad dan yang semisal
dengannya."
Begitulah, kawan. Semoga sedikit kisah ini
bermanfaat bagiku dan bagimu. Keep istiqamah
Dan sedikit bocoran: perjuangan Imam Ahmad
belum habis.
Insya Allah, kita lanjutkan lain waktu.
Atau, engkau yang memberi tahuku kisah
selanjutnya.
Baarakallahu fiik.
Kisah Berakhirnya
Fitnah Al Quran adalah Makhluk
Jazakumullahu khairan atas nasihatmu, kawan.
Memang perjuangan mempertahankan keistiqomahan amatlah berat. Dan seperti apa
katamu, terkadang kita berusaha menghindar dari penyimpangan A, malah hampir
terjatuh dalam penyimpangan B. Berusaha menghindar dari keduanya, hampir
terperosok pada penyimpangan C. Belum lagi jiwa yang Ammaratun bis Suu'
(memerintahkan kepada kejelekan). Kita sangat butuh akan belas kasih Allah.
*****
"Ingkari perbuatannya dalam kalbu-kalbu
kalian. Jangan sekali-kali kalian melawan penguasa. Jangan kalian patahkan
tongkat kaum muslimin. Jangan kalian tumpahkan darah kalian dan darah kaum
muslimin yang ikut bersama kalian. Pertimbangkan lagi akibatnya. Sabarlah sampai
tiba waktunya untuk istirahat, mungkin dengan meninggalnya kalian atau
meninggalnya dia terlebih dahulu. Memberontak bukanlah ajaran yang benar. Ini
menyelisihi bimbingan Rasul," Nasehat Imam Ahmad
*****
Tahun 229 H, khalifah berganti al-Watsiq,
walaupun keyakinan resmi negara tidak juga berganti. Bahkan zaman al-Watsiq
semakin menjadi-jadi. Dia berani memanggil seluruh kaum muslimin, bertanya satu
per satu tentang keyakinan mereka terhadap al-Qur'an. jika menjawab makhluk,
dibebaskan. Jika tidak, berbagai bentuk hukuman menanti.
Hanya satu tak dipanggil olehnya. Imam Ahmad
bin Hanbal. Al-Watsiq khawatir kesabaran dan keteguhannya mempengaruhi kaum
muslimin. Maka Imam Ahmad diasingkan dari satu tempat ke tempat lainnya selama
beberapa bulan. Hingga akhirnya beliau ditetapkan sebagai tahanan rumah. Tidak
boleh keluar, dan tidak boleh menerima tamu.
Sampai akhirnya, Iblis berusaha menggelincirkan
Ahmad dari pintu penyimpangan lain. Jika sebelumnya dari pintu pemahaman
Jahmiyah, kali ini dari pemahaman Khawarij. Alkisah, sekelompok ahli fikih
Baghdad berusaha menemui Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka ingin mengajak Imam
Ahmad menggulingkan kekuasaan al-Watsiq. Mereka yakin apabila Imam Ahmad ikut
dalam pasukan mereka, pasti banyak massa kaum muslimin yang ikut bergabung.
"Perkaranya sudah kelewat batas,
Imam," bujuk mereka.
"Sudah cukup sampai di sini kedzalimannya.
Kami tidak ridha dengan kepemimpinannya. Kami tidak ridha dengan
pemerintahannya."
Imam Ahmad jeli. Iblis berusaha merusak akidah
kaum muslimin dari pintu lainnya. Ini bukan cara mengingkari kemungkaran yang
tepat. Ini bentuk penyimpangan lainnya.
"Ingkari perbuatannya dalam kalbu-kalbu
kalian. Jangan sekali-kali kalian melawan penguasa. Jangan kalian patahkan
tongkat kaum muslimin. Jangan kalian tumpahkan darah kalian dan darah kaum
muslimin yang ikut bersama kalian. Pertimbangkan lagi akibatnya. Sabarlah
sampai tiba waktunya untuk istirahat, mungkin dengan meninggalnya kalian atau meninggalnya
dia terlebih dahulu. Memberontak bukanlah ajaran yang benar. Ini menyelisihi
bimbingan Rasul," nasihat Imam Ahmad.
Waktu terus bergulir. Semua cobaan dan fitnah
dihadapi Ahmad dengan penuh kesabaran. Hingga pada tahun 232 H, al-Mutawakkil
naik menggantikan al-Watsiq. Allah tolong agama-Nya dengan sebab beliau. Allah
tegakkan sunah dengan sebab beliau. Dan
Allah tampakkan akidah ahlussunnah dengan sebab al-Mutawakkil setelah
sebelumnya ahlussunnah mendapatkan ujian, fitnah, dan cobaan yang sangat
dahsyat pada tiga khalifah sebelumnya.
Tercatat pada tahun 234 H, al-Mutawakkil
mengumpulkan seluruh alim ulama' untuk membuat tabligh akbar dan dauroh di
berbagai tempat dengan tema membantah pemahaman Jahmiyah dan Mu'tazilah, akar
pemikiran al-Qur'an adalah makhluk. Juga menanggung biaya kehidupan siapa saja
di antara para ulama' yang mau mengadakan muhadharah, kajian, dan tabligh akbar
bertemakan tadi.
Suatu ketika ada di antara ahli bid'ah yang
ingin memprovokasi al-Mutawakkil. Dia melaporkan bahwa ada pertikaian antara
para sahabat dan murid Imam Ahmad dengan sekelompok ahli bid'ah. Maka dengan
tegas al-Mutawakkil berkata, "Jangan kalian laporkan lagi perihal Ahmad
bin Hanbal dan para sahabatnya. Justru seharusnya kalian membantu mereka. Mereka
termasuk pemuka umat Muhammad. Sungguh Allah telah mengetahui bagaimana
kejujuran Ahmad saat bersabar dan menerima cobaan. Allah telah angkat ilmunya,
sepanjang hayatnya dan setelah matinya. Para sahabatnya mereka itulah sahabat
sejati yang seharusnya kalian jadikan teman. Aku berhusnudhan kepada Allah
bahwa Dia telah memakaikan Ahmad pakaian ash-Shiddiqin."
Meskipun al-Mutawakkil berjasa besar dalam
menolong agama Allah, namun Imam Ahmad tidak pernah melihatnya dan tidak pernah
mau menerima pemberian darinya. Pernah suatu ketika Imam Ahmad mendapat
kirimanuang dari al-Mutawakkil. Syahdan Imam Ahmad menangis dan berkata,
"Aku telah selamat dari fitnah mereka. Sampai di akhir hayatku, aku
mendapat fitnah yang baru dari mereka."
Imam Ahmad senantiasa berdoa kepada Allah agar
tidak dipertemukan dengan al-Mutawakkil. Maka tatkala beliau diberitahu bahwa
al-Mutawakkil sangat mencintai dan merindukannya, beliau menganggapnya sebagai
fitnah. Beliau berkata, "Aku sangat mengharapkan syahid pada fitnah yang
lampau. Dan aku pun berharap mati pada fitnah ini." Kemudian beliau
mengepalkan tangannya lantas membukanya seraya berkata, "Duhai kiranya
ruh-ku berada dalam genggamanku, pasti akan aku melepaskannya."
Kawan, apabila engkau benar-benar mengaku
mengikuti Rasul, cinta kepada Rasul, seharusnya engkau JANGAN PERNAH MELEMAHKAN
DAN MENGGEMBOSI SUNNAH DARI DALAM. Terlebih saat sunnah benar-benar membutuhkan
pertolongan. Jangan sekali-kali engkau takut ancaman para mubtadi'. Ingatlah
sabda Rasulullah, "Jangan sampai rasa takut dan seganmu kepada seseorang
menghalangimu untuk menyuarakan kebenaran saat kamu melihatnya dan
mengetahuinya, atau saat kamu mendengarnya dan mengetahuinya."
Oleh karenanya, apabila Imam Ahmad teringat
para ulama' yang menjawab ajakan al-Ma'mun —walaupun dengan alasan terpaksa—
karena takut ancamannya, beliau berkata, "Mereka!!! Andaikan mau bersabar
dan benar-benar berjuang untuk Allah, fitnahnya akan cepat berhenti dan tidak
akan berlarut-larut. Sayang mereka lemah untuk memperjuangkannya, padahal
mereka adalah pemuka kaum muslimin, sehingga al-Ma'mun lancang kepada yang
lainnya."
Terkadang Imam Ahmad marah dan dengan nada
tinggi beliau berucap sebagai teguran keras kepada para penggembos dakwah,
"Mereka itulah orang yang pertama kali membuat fitnah ini. Mereka itulah
orang yang paling bertanggung jawab terhadap fitnah ini."
Lihatlah, kawan, al-Ma'mun sangat bersalah.
Ibnu Abi Duad pun sangat bertanggung jawab atas fitnah ini. Namun Imam Ahmad
mengatakan yang paling bertanggung jawab atas fitnah ini adalah para ulama yang
tidak mau membantu sunnah, padahal sunnah sangat butuh pertolongan.
Pernah Imam Yahya bin Ma'in —dan beliau adalah
salah seorang ulama' yang terpaksa menjawab ajakan al-Ma'mun— datang menjenguk
Imam Ahmad di saat beliau akan meninggal dunia. Imam Yahya memberi salam kepada
beliau. Namun beliau tidak mau menjawab salamnya. Diulangi lagi oleh Imam
Yahya, namun tetap Imam Ahmad tidak mau menjawab salam beliau. Kawan, tahukah
engkau, Imam Ahmad telah bersumpah tidak mau berbicara kepada para ulama' yang
menjawab ajakan al-Ma'mun walaupun dengan alasan terpaksa. Sebagai teguran
keras kepada mereka dan pembelajaran bagi mereka. Tentu juga untuk kita semua.
Imam Yahya berusaha berkali-kali meminta maaf kepada Imam Ahmad. Tetap saja
Imam Ahmad tidak mau berbicara kepadanya.
Begitulah, kawan. Pelajaran sangat berharga
dari Imam Ahmad yang mengajarkan kepada kita arti pentingnya memperjuangkan
sunnah. Jangan pernah sekali-kali kita merasa lemah menolong sunnah karena
takut dengan kekuatan musuh. Atau jangan sekali-kali kita mundur menolong
sunnah karena bermuka manis di hadapan musuh. Hadapilah. Dan ketahuilah,
semakin engkau berusaha memperjuangkan sunnah, cobaan dan ujian juga akan
semakin berat. Dan itu sudah ketetapan dari Allah. Itulah jalan menuju ke
Jannah. Penuh tantangan dan rintangan. Akan tetapi Allah akan membantu
orang-orang yang mau memperjuangkan sunnah. Dan barangsiapa yang Allah telah
bersamanya, kepada siapa dia akan takut!?
Tahan! Tahan air matamu karena jalan masih
panjang
Jangan kau biarkan air mata mulia mengalir
Diawal jalan, memang terasa berat
Hatimu bergumam, "apa yang akan terjadi
padaku?"
Wahai Sunni, jangan bimbang apabila sedikit
penolong dan ujian datang silih berganti
Ketahuilah, Allah kan senantiasa menolong
hamba-Nya
Dan kunci segala urusan kepada-Nya kembali
Ya Allah, ampunilah kami. Rahmatilah kami.
Matikanlah kami dan engkau ridha kepada kami. Ya Allah, jauhkanlah kami dari
fitnah yang nampak maupun yang tidak nampak.
__Syabab MDS
=====*****=====
Publikasi:
WA Salafy Solo
Channel Salafy Solo
Info dan Fawaid
https://bit.ly/salafysolo
Pada 09.12.2015
www.ilmusyari.com
http://www.salafykudus.com/
Sumber Refrensi:
- Siyar A'laamin Nubala'
- Al-Bidayah wan N
ihayah
- As-Sunnah lil Khallal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar