Ditulis oleh: Ustadz Muhammad as Seweed hafizhahullah
Problem umat Islam di Indonesia ini, atau bahkan di dunia hari ini,
bukanlah kemiskinan atau keterpurukan ekonomi, bukan pula krisis
kekuasaan seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij.
Problem kaum muslimin terbesar pada hari ini adalah krisis ilmu tentang agama mereka sendiri. Akibatnya, mereka diombang-ambingkan oleh tipuan-tipuan musuh Islam. Ini tidak terjadi begitu saja, tetapi akibat makar yang dilancarkan sejak lama. Musuh-musuh Islam itu berupaya dengan berbagai cara agar kaum muslimin jauh dari agama mereka; sibuk dengan “sesuatu” yang lain sehingga lupa pada agama mereka sendiri. Tidak memahami tauhid. Tidak memahami Sunnah. Salah paham terhadap agama.
Problem kaum muslimin terbesar pada hari ini adalah krisis ilmu tentang agama mereka sendiri. Akibatnya, mereka diombang-ambingkan oleh tipuan-tipuan musuh Islam. Ini tidak terjadi begitu saja, tetapi akibat makar yang dilancarkan sejak lama. Musuh-musuh Islam itu berupaya dengan berbagai cara agar kaum muslimin jauh dari agama mereka; sibuk dengan “sesuatu” yang lain sehingga lupa pada agama mereka sendiri. Tidak memahami tauhid. Tidak memahami Sunnah. Salah paham terhadap agama.
Berikutnya, mereka akan melancarkan serangan dengan berbagai cara.
Mereka
tahu bahwa kalau kaum muslimin kembali ke jalan agama yang benar,
niscaya menjadi jaya. Kaum muslimin akan kuat. Negeri mereka akan makmur
dan mereka tidak mau lagi menjadi budak-budak musuh Islam. Akibatnya,
musuh Islam tidak lagi bisa menyedot kekayaan negeri kaum muslimin
dengan mudah. Martabat kaum muslimin semakin mulia dan mereka merdeka
dengan sebenar-benarnya.
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ
“Kalau
saja penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, niscaya Kami bukakan
untuk mereka barakah dari langit dan dari bumi ….” (al-A’raf: 96)
فَٱللَّهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا
“…
maka Allah akan memberi keputusan di antara kalian pada hari kiamat dan
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang beriman.” (an-Nisa: 141)
Mereka tahu bahwa mereka tidak akan bisa menang jika kaum muslimin kokoh di atas agama.
Berikutnya! Mereka akan menanamkan ajaran-ajaran Islam “palsu”, yaitu berbagai aliran sesat dan kufur, untuk memecah belah kaum muslimin. Mulailah bermunculan segala macam aliran sesat, agama baru, pemahaman nyeleneh yang didukung habis oleh media-media mereka. Ada Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, bahkan aliran wihdatul wujud ala Syekh Siti Jenar.
Berikutnya! Mereka akan menanamkan ajaran-ajaran Islam “palsu”, yaitu berbagai aliran sesat dan kufur, untuk memecah belah kaum muslimin. Mulailah bermunculan segala macam aliran sesat, agama baru, pemahaman nyeleneh yang didukung habis oleh media-media mereka. Ada Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, bahkan aliran wihdatul wujud ala Syekh Siti Jenar.
Mereka tidak peduli aliran apa pun, agama apa pun. Yang penting bagi mereka adalah ABI: Asal Bukan Islam.
Maksudnya, asal bukan Islam yang benar. Asal bukan tauhid. Asal bukan
sunnah. Asal bukan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman para sahabat.
Mereka
akan mendukung aliran sesat apa pun. Sebab, mereka tahu bahwa semua
aliran sesat, aliran kufur, pasti bertentangan dengan tauhid dan sunnah,
dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan pertumpahan darah.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Abu Qilabah,
“Tidaklah satu kaum mengadakan ajaran baru, kecuali akan berakhir dengan pertumpahan darah.”
Inilah yang mereka harapkan. Belum berubah strategi mereka. Devide et empera.
Jika
cara ini tidak berhasil, mereka masih punya rencana B. Mereka
menawarkan kepada para tokoh-tokoh ulama dan politisi untuk meleburkan
semua agama (sinkretisme). Tentu dengan berbagai label yang
menarik—Islam sejuk, Islam luwes, Islam bijak, Islam soft, Islam
terbuka, Islam warna-warni—yang sesungguhnya hanya ungkapan lain untuk
Islam liberal yang berupaya mendekatkan semua agama.
Mereka akan
menggambarkan dengan indah bahwa ajaran tersebut dapat mempersatukan
semua agama dan menenteramkan sebuah negara. Akan tetapi, sebenarnya
semua itu mereka tawarkan agar kaum muslimin meninggalkan agama Islam
yang sesungguhnya, yaitu agama amar makruf nahi mungkar:
Menyuruh kepada tauhid dan melarang kesyirikan.
Menyuruh kepada sunnah dan melarang kebid’ahan.
Menyuruh kepada sunnah dan melarang kebid’ahan.
Bisa ditebak.
Apa yang paling mereka benci?
Siapa yang paling mereka musuhi?
Tentu dakwah tauhid dan sunnah beserta para pengusungnya.
Siapa
pun, di mana pun, dari negara mana pun, jika mengajak kepada ajaran
Islam yang benar, mengajak pada tauhid dan sunnah, niscaya akan diserang
dengan berbagai tuduhan. Mereka akan dijatuhkan dengan berbagai cara,
melalui berbagai media.
Itulah sunnatullah, kebiasaan yang diciptakan Allah di muka bumi ini.
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّٗا شَيَٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ
يُوحِي بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورًاۚ
“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh-musuhnya, yaitu setan-setan dari kalangan jin dan manusia.” (al-An’am: 112)
Jika
nabi yang diutus oleh Allah, pembawa panji tauhid yang pertama dan
utama, memiliki banyak musuh dari kalangan jin dan manusia, demikian
pula para pengikutnya yang membawa apa yang beliau bawa, tentu juga akan
memiliki banyak musuh. Namun, inilah yang namanya jihad.
Mereka
menyerang pembawa dakwah tauhid dan sunnah dengan berbagai peluru
syubhat (baca: pengaburan dan tipu daya). Dari peluru yang berkaliber
4,5 hingga peluru yang berkaliber 12,7. Bahkan, kadang dengan bazoka dan
bom. Mereka membombardir kita dengan tuduhan-tuduhan keji.
Apakah kita akan berhenti?
Tentu tidak!
Kita bukan pemecah belah umat.
Kita bukan pemberontak, bukan pengacau keamanan.
Kita bukan orang yang berbuat jahat atau membuat makar.
Kita hanya menasihati para pemilik hati dengan hujah yang pasti.
Kita hanya menasihati para pemilik hati dengan hujah yang pasti.
Kita hanya guru yang menyampaikan ilmu.
Kita para dai yang mengajak pada kebaikan dunia dan akhirat.
Kalau
ajakan kita diterima, kita bersyukur kepada Allah yang menentukan
hidayah. Jika tidak, kita akan berkata di hadapan Allah, “Ya Allah, kami
sudah menyampaikan.”
وَمَا عَلَيۡنَآ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ
“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (Yasin: 17)
لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (al-Baqarah: 256)
Sumber : http://forumsalafy.net/dakwah-tauhid-adalah-jihad-terbesar/