Tema :
RAQAIQ
Sekali lagi,
anak yang bisa menjadi penyejuk mata hanyalah anak-anak yang shalih dan
shalihah. Mereka mengetahui hak orangtua yang harus mereka tunaikan. Mereka
meringankan beban kedua orangtua. Pekerjaan orangtua terbantu. Orangtua
dilayani dan dihormati.
Semoga Allah
menjadikan putra-putri kita sebagai anak-anak yang shalih dan shalihah. Semoga
Allah menjauhkan mereka dari akhlak dan perilaku anak durhaka.
Anak Shalih,
Buah Usaha Keras
Pembaca
rahimakumullah, mendidik anak menjadi shalih dan shalihah tidaklah mudah.
Apalagi di zaman sekarang, zaman yang dipenuhi godaan syubhat dan syahwat.
Sehingga, diperlukan usaha keras dan serius untuk mewujudkannya. Yaitu, dengan
memberikan pendidikan Islami bagi mereka. Pendidikan yang bersumber dari
al-Qur’an dan Sunnah Nabi di atas bimbingan para ulama salaf. Bukan pendidikan
yang diadopsi dari barat atau ilmu filsafat.
Baiklah,
sebelum melanjutkan pembahasan ini, kami akan menyampaikan ringkasan dan
intisari nasihat Luqman al-Hakim yang diabadikan Allah dalam al-Qur’an. Berikut
kesimpulannya:
Pertama, disyariatkan memberikan wasiat dan pendidikan Islami
kepada anak. Wasiat yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akhirat.
Kedua, memulai pendidikan anak dengan pendidikan tauhid dan
membentengi mereka dari bahaya kesyirikan. Sebab, kesyirikan akan menghapuskan
segala amal kebaikan.
Ketiga, kewajiban bersyukur kepada Allah, berterima kasih
kepada kedua orang tua, berbakti kepada keduanya dan menyambung tali
silaturahmi dengan mereka.
Keempat, kewajiban menaati perintah kedua orang tua dalam hal
kebaikan. Adapun perintah yang mengandung kemaksiatan kepada Allah , maka tidak
boleh ditunaikan. Rasulullah bersabda,
لَا طَاعَةَ لِبَشَرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللّٰهِ، إِنَّمَا
الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada
ketaatan kepada manusia pada perintah yang berisi kemaksiatan kepada Allah.
Kewajiban menaati perintah itu hanya pada perkara kebaikan saja.”(HR.
al-Bukhari)
Kelima, kewajiban mengikuti teladan dan bimbingan
orang-orang shalih. Tidak boleh mengikuti perilaku orang-orang yang tidak baik,
akhlak maupun muamalahnya.
Keenam, menanamkan sikap muraqabah pada diri anak maupun
diri orang tua sendiri. Yaitu, merasa diawasi oleh Allah, baik ketika sendirian
maupun di depan khalayak.
Ketujuh, tidak boleh meremehkan perbuatan dosa sekalipun
nampak kecil.
Kedelapan, kewajiban menegakkan shalat dengan sempurna, yaitu
melaksanakan sesuai syarat, rukun, kewajiban dan sunnah-sunnahnya. Shalat juga
harus dikerjakan secara khusyuk penuh dengan perenungan dan penghayatan, serta
berjama’ah di masjid bagi kaum pria.
Kesembilan, menghidupkan sikap amar ma’ruf nahi mungkar dengan
cara yang hikmah sesuai dengan bimbingan syari’at. Rasulullah bersabda
(artinya), “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka ubahlah
kemungkaran tersebut dengan tangannya. Jika ia tidak mampu dengan tangannya,
maka dengan lisannya. Jika ia belum mampu dengan lisannya, maka ubahlah dengan
hatinya (mengingkari dan menjauh darinya). Itulah selemah-lemah iman.” (HR.
Muslim no.49)
Kesepuluh, bersabar menghadapi setiap rintangan dan gangguan
saat menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar. Sebab, setiap yang memerintahkan
kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran pasti akan mendapatkan perlawanan
dan permusuhan.
Kesebelas, tidak boleh bersikap sombong dalam segala hal;
penampilan, cara berbicara, gaya berjalan maupun sikap.
Kedua belas, bersikap pertengahan saat berjalan, yaitu tidak
terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Ketiga belas, tidak boleh mengeluarkan suara secara berlebihan dan
di luar kebutuhan. Sebab, kebiasaan seperti ini disamakan dengan suara keledai.
Pembaca yang
budiman, demikianlah ringkasan dari pendidikan Islami yang disampaikan oleh
Luqman al-Hakim yang diabadikan dalam al-Qur’an. Secara teori memang tampak
mudah, namun dalam prakteknya membutuhkan perjuangan dari setiap orang tua.
Semoga Allah
mencurahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa mengamalkan bimbingan di
atas. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Bimbingan
Kenabian
Selanjutnya,
kita akan menyebutkan salah satu bimbingan yang disampaikan oleh Rasulullah
kepada anak-anak. Sebagaimana dikisahkan oleh shahabat Abdullah bin Abbas .
Ketika itu,
saat masih kecil, ia dibonceng oleh Rasulullah. Saat itulah, beliau
menyampaikan pesan mendalam kepada Abdullah kecil,
يَا غُلَامُ احْفَظِ اللّٰهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللّٰهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللّٰهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ
يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ
لَكَ وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا
بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ الأقلام وجفَّت الصُّحُف
“Wahai anak
kecil, jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, engkau pasti
akan mendapati Allah ada di hadapanmu. Jika engkau meminta, mintalah hanya
kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah hanya kepada Allah.
Ketahuilah, kalau seluruh manusia berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu
dengan sesuatu, maka mereka tidak mampu memberimu manfaat kecuali dengan
sesuatu yang telah Allah takdirkan bisa memberi manfaat kepadamu. Sebaliknya,
jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, maka mereka tidak
mampu mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang Allah telah takdirkan bisa
mencelakakanmu. Pena pencatat takdir telah diangkat dan lembaran catatan takdir
telah kering.” (HR. at-Tirmidzi dan selainnya, lihat al-Misykah: 5302)
Sayang
Terhadap Anak-anak
Sebelum
memasuki pembahasan hadits di atas, ada beberapa poin penting yang perlu kami
sampaikan terlebih dahulu. Yaitu, hadits ini menunjukkan kasih sayang
Rasulullah kepada anak-anak. Status sebagai nabi tidak menghalangi beliau untuk
dekat dengan anak-anak.
Kasih sayang
Rasulullah tersebut dibuktikan dengan membonceng Abdullah bin Abbas di belakang
beliau. Sekalipun umur terpaut jauh dan status yang berbeda, Rasulullah tidak
segan untuk melakukan hal tersebut.
Kedekatan
Rasulullah terhadap anak-anak menjadi salah satu sebab diterimanya nasehat yang
beliau berikan kepada mereka. Anak-anak merasa disayang. Mereka merasa dekat
dengan beliau .
Maka, Anda
wahai orang tua, pendidik atau pengajar, bangunlah kedekatan dengan mereka.
Kedekatan yang tetap menjaga kewibawaan dan kehormatan diri. Dengan sebab itu,
bi idznillah, mereka akan dengan senang hati menerima nasehat kita.
Tidak
jarang, nasehat orang tua diabaikan oleh anak disebabkan hubungan yang tidak
harmonis antara anak dengan orang tua atau anak didik dengan pengajar.
Jangankan mendengar, kadang bertatap muka saja mereka enggan. Atau bahkan
mendengar nama saja sudah tidak suka.
Oleh karena
itu, dekatilah anak-anak! Sayangilah mereka! Bangunlah setiap nasehat dan
bimbingan di atas sikap rahmat dan kasih sayang. Semoga hal ini menjadi salah
satu sebab nasehat Anda diterima oleh mereka.
Panggil
mereka dengan lembut!
Hal lain
yang menunjukkan kasih sayang Rasulullah kepada anak-anak adalah memanggil
mereka dengan panggilan kasih sayang. Salah satunya, ketika memanggil Abdullah
bin Abbas untuk diberi nasehat, beliau mengatakan,
! يَا غُلَامُ
“Wahai anak
kecil!”
Anak akan
merasa disayangi, sehingga memberikan perhatian terhadap nasehat yang
disampaikan kepadanya.
Jangan Anda
membentak mereka. Jangan Anda menghardik mereka. Kecuali memang pada kondisi
yang mengharuskan untuk bersikap tegas.
Bukankah,
Luqman al-Hakim ketika memberikan nasehat kepada putranya, ia memulai
nasihatnya,
! يَا بُنَيَّ
“Wahai putra
kesayanganku!”
Simak
kembali nasehat Luqman yang tertuang dalam surah Luqman ayat 14-17.
Dengarkan
pula bimbingan Nabi Ya’qub kepada nabi Yusuf ! Beliau memanggil sang putra
dengan panggilan kasih sayang,
“Wahai putra
kesayanganku, jangan kamu ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu!” (Yusuf:
5)
Ketika
membimbing sang putra, Ismail, nabi Ibrahim juga memulainya dengan panggilan
rahmat. Supaya bimbingan tersebut diterima olehnya. Nabi Ibrahim berkata,
“Wahai
putraku kesayanganku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Bagaimana pendapatmu?” (ash-Shaaffat: 102)
Dan masih
banyak lagi contoh panggilan para orang tua dan para pendidik teladan yang
menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak.
Ini hukum
asal ketika memberikan bimbingan kepada anak-anak. Namun demikian, sikap tegas
harus diberikan kepada anak jika memang hal tersebut dibutuhkan. Tidak jarang
Nabi juga menunjukkan sikap tegas, terutama saat mengingkari kemungkaran.
Kesimpulannya,
pendidikan Islami harus dibangun di atas sikap lembut dan ada kalanya
dibutuhkan sikap tegas sesuai dengan kondisi. Semoga tulisan singkat ini
bermanfaat. Wabillahi at-taufiq.
Penulis:
Ustadz Abu Abdillah Majdy
Sumber :
http://buletin-alilmu.net/2018/04/20/menyayangi-buah-hati-ciri-utama-pendidikan-islami/