Pengantar
Termasuk masalah yang banyak dipertanyakan hukumnya oleh sejumlah
kaum muslimin, yang cinta untuk mengetahui kebenaran serta peduli dalam
membedakan halal dan haram, adalah Multi Level Marketing (MLM).
Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan
banyak mewarnai suasana pasar masyarakat.
Oleh karena itu, seorang
pebisnis muslim wajib mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini
sebelum bergelut di dalamnya sebagaimana prinsip umum dari ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu,
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
“Jangan ada yang bertransaksi di pasar kami, kecuali orang yang telah memahami agama.” [Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany]
Maksud ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu adalah bahwa seorang
pedagang muslim hendaknya mengetahui hukum-hukum syariat tentang aturan
berdagang atau transaksi dan mengetahui bentuk-bentuk jual-beli yang
terlarang dalam agama. Kedangkalan pengetahuan tentang hal ini akan
mengakibatkan seseorang jatuh ke dalam kesalahan dan dosa sebagaimana
yang telah kita saksikan perihal tersebarnya praktek riba, memakan harta
manusia dengan cara batil, merusak harga pasaran, dan sebagainya di
antara berbagai bentuk kerusakan yang merugikan masyarakat, bahkan
merugikan negara.
Oleh karena itu, pada tulisan ini, kami akan menampilkan fatwa para
ulama terkemuka di masa ini, yang telah dikenal dengan keilmuan,
ketakwaan, dan semangat dalam membimbing dan memperbaiki umat.
Walaupun fatwa yang kami tampilkan hanya fatwa dari Lajnah Da`imah,
Saudi Arabia, mengingat kedudukan mereka dalam bidang fatwa dan riset
ilmiah, kami juga mengetahui bahwa telah ada fatwa-fatwa lain yang sama
dengan fatwa Lajnah Da`imah tersebut, seperti fatwa Majma’ Al-Fiqh
Al-Islamy (Perkumpulan Fiqih Islamy) di Sudan yang menjelaskan tentang
hukum Perusahaan Biznas (salah satu nama perusahaan MLM).
Fatwa Majma’ AI-Fiqh Al-Islamy Sudan ini dikeluarkan pada 17 Rabi’ul
Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M, pada majelis
nomor 3/24. Kesimpulan fatwa mereka terdiri dalam dua poin – sebagaimana
yang disampaikan oleh Amin Âm Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan, Prof. Dr. Ahmad Khalid Ba Bakar- sebagai berikut:
“Satu, sesungguhnya bergabung dengan perusahan Biznas, dan perusahaan
pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, adalah tidak boleh
secara syar’i karena hal tersebut adalah qimar[1].
Dua, sistem perusahan Biznas, dan perusahaan-perusahaan pemasaran
berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, tidak memiliki hubungan dengan
akad samsarah[2]
-sebagaimana sangkaan perusahaan (Biznas) itu dan sebagaimana mereka
berusaha untuk mengesankan hal itu kepada ahlul ilmi, yang memberi fatwa
boleh dengan alasan bahwa itu adalah sebagai samsarah, di
sela-sela pertanyaan yang mereka ajukan kepada ahlul ilmi tersebut,
padahal, telah digambarkan kepada mereka, perkara yang tidak
sebenarnya-.”
Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan di atas dan pembahasan yang
bersamanya telah dibukukan dan diberi catatan tambahan oleh seorang
penuntut ilmu di Yordan, yaitu Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby.
Sepanjang yang kami ketahui, dari para ulama, belum ada yang
memperbolehkan sistem Multi Level Marketing ini. Memang ada sebagian
dari tulisan orang-orang yang memberi kemungkinan akan kebolehan hal
tersebut, tetapi tulisan itu datangnya hanya dari sebagian ulama yang
sistem MLM digambarkan kepada mereka dengan penggambaran yang tidak
benar -sebagaimana dalam Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan- atau
sebagian orang yang sebenarnya tidak pantas berbicara dalam masalah
seperti ini.
Akhirulkalam, semoga keterangan yang tertuang dalam tulisan ini
bermanfaat untuk seluruh pembaca dan membawa kebaikan untuk kita semua.
Wallahu A’lam.
Fatwa Lajnah Da`imah pada tanggal 14/ 3/1425 H dengan nomor (22935):
Telah sampai pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Dâ`imah Li Al-Buhûts Al-‘Ilmiyiah wa Al-Iftâ`[3] tentang aktifitas perusahaan-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM)[4],
seperti Biznas dan Hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah
meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar orang
tersebut (juga) mampu meyakinkan orang-orang lain untuk membeli produk
tersebut (dan) agar orang-orang (lain) itu juga meyakinkan orang lain
untuk membeli. Demikianlah (seterusnya). Setiap kali tingkatan anggota
di bawahnya (downline) bertambah, orang pertama akan
mendapatkan komisi besar yang mencapai ribuan real. Setiap anggota, yang
dapat meyakinkan orang-orang setelahnya (downline-nya) untuk
bergabung, akan mendapatkan komisi-komisi sangat besar yang mungkin dia
dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-anggota baru setelahnya ke
dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran
berpiramida atau berjejaring (MLM).
Jawab:
Alhamdulillah,
Lajnah menjawab pertanyaan di atas sebagai berikut.
Sesungguhnya, transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena
tujuan transaksi itu adalah komisi, bukan produk. Terkadang, komisi
dapat mencapai puluhan ribu, sedangkan harga produk tidaklah melebihi
sekian ratus. Seorang yang berakal, ketika diperhadapkan di antara dua
pilihan, niscaya akan memilih komisi. Oleh karena itu, sandaran
perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan
produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar, yang
mungkin didapatkan oleh anggota, dan mengiming-imingi mereka dengan
keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil,
yaitu harga produk. Maka, produk yang dipasarkan oleh
perusahaanperusahaan ini hanya sekadar label dan pengantar untuk
mendapatkan komisi dan keuntungan.
Tatkala ini adalah hakikat transaksi di atas, itu adalah haram karena beberapa alasan:
Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dengan dua jenisnya: riba fadhl[5] dan riba nasî’ah[6].
Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah
yang lebih besar dari (harta) tersebut. Berarti, (transaksi) itu adalah
barter uang dengan bentuk tafâdhul (memiliki selisih nilai) dan ta’khîr (tidak secara tunai). Hal ini adalah riba yang diharamkan menurut nash dan kesepakatan[7].
Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanyalah
sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan
anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya) sehingga
(keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).
Kedua, hal itu termasuk gharar[8]
yang diharamkan menurut syariat karena anggota tidak mengetahui, apakah
dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak?
Bagaimanapun pemasaran berjejaring atau berpiramida itu berlanjut, hal
tersebut pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti. Sedangkan,
anggota tidak tahu bahwa, ketika bergabung ke dalam piramida, apakah dia
berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung atau berada di
tingkatan bawah sehingga ia merugi? Dan kenyataannya adalah bahwa
kebanyakan anggota piramida merugi, kecuali sangat sedikit di tingkatan
atas. Kalau begitu, yang mendominasi adalah kerugian, sedang ini adalah
hakikat gharar, yaitu ketidakjelasan antara dua perkara. Yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah melarang terhadap gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya.
Tiga, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa memakan harta
manusia secara batil, adalah bahwa tidak ada yang mengambil keuntungan
dari akad (transaksi) ini, kecuali perusahaan dan para anggota yang
ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lain. Hal inilah
yang nash pengharamannya datang dalam firman (Allah) Ta’âla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” [An-Nisâ`: 29]
Empat, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa penipuan,
pengaburan, dan penyamaran terhadap manusia, adalah dari sisi penampakan
produk, yang seakan-akan merupakan tujuan dalam transaksi, padahal
kenyataannya adalah menyelisihi itu, serta dari sisi bahwa mereka
mengiming-imingi komisi besar, yang (komisi besar itu) sering tidak
terwujud. (Perkara) ini terhitung sebagai penipuan yang diharamkan. Nabi
shalallâhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّيْ
“Barangsiapa yang menipu, ia bukanlah dari (golongan) saya.” [Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya]
Beliau shalallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ
صَدَقَ وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا
وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَهُ بَيْعِهِمَا
“Dua orang yang bertransaksi jual-beli berhak menentukan pilihannya (khiyâr)
selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan,
niscaya transaksinya akan diberkati. Namun, jika keduanya saling dusta
dan tertutup, niscaya keberkahan transaksinya akan dicabut.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah[9], (pendapat) itu tidaklah benar karena samsarah
adalah transaksi (berupa) pihak pertama mendapatkan imbalan atas
usahanya dalam mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun
pemasaran berjejaring (MLM), anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya
untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakikat samsarah
adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM). Maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi, bukan (pemasaran) produk. Oleh karena itu, orang yang bergabung (ke dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasarkan, dan seterusnya[10].
(Hal ini) berbeda dengan samsarah, (bahwa) pihak perantara benar-benar
memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan antara dua transaksi
adalah jelas.
Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori
hibah (pemberian), (pendapat) ini tidaklah benar. Andaikata (pendapat
itu) diterima, tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syariat
(sebagaimana) hibah yang berkaitan dengan suatu pinjaman adalah riba.
Oleh karena itu, kepada Abu Burdah, Abdullah bin Salam radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,
إِنَّكَ فِي أَرْضٍ الرِّبَا فِيهَا فَاشٍ، فَإِذَا كَانَ
لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ أَوْ حِمْلَ
شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ فَإِنَّهُ رِبَا
“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba tersebar
pada (tempat) tersebut. Oleh karena itu, jika engkau memiliki hak pada
seseorang, tetapi kemudian dia menghadiahkan sepikul jerami, sepikul
gandum, atau sepikul tumbuhan kepadamu, itu adalah riba.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dalam Ash-Shahîh]
(Hukum) hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Oleh
karena itu, kepada pekerja beliau yang datang lalu berkata, “Ini untuk
kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya,” beliau ‘alaihish shalâtu wa salâm bersabda,
أَفَلَا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ فَتَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْكَ أَمْ لَا؟
“Tidakkah sepantasnya engkau duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu menunggu apakah itu dihadiahkan kepadamu atau tidak?” [Muttafaqun ‘alaihi]
Komisi-komisi ini hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem
pemasaran berjejaring. Oleh karena itu, apapun namanya, baik hadiah,
hibah, maupun selainnya, hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat
dan hukumnya.
(Juga) hal yang patut disebut di sana adalah bahwa ada beberapa
perusahaan yang muncul di pasar bursa dengan sistem pemasaran
berjejaring atau berpiramida (MLM) dalam transaksi mereka, seperti Smart
Way, Gold Quest, dan Seven Diamond. Akan tetapi, hukum terhadap mereka
sama dengan perusahaan-perusahaan yang telah disebutkan. Walaupun
sebagian (perusahaan) berbeda dengan (perusahaan) lain pada
produk-produk yang mereka perdagangkan.
وَبِاللهِ التَّوْفِيقِ وَصَلَّ اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
[Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz Âlusy Syaikh
(ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzân, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, Syaikh
Abdullah Ar-Rukbân, Syaikh Ahmad Sair Al-Mubâraky, dan Syaikh Abdullah
Al-Mutlaq]
Sumber : http://dzulqarnain.net/hukum-mlm.html
[1] Qimar adalah seseorang mengeluarkan biaya dalam sebuah transaksi yang memungkinkan dia untuk beruntung atau merugi, (-penj.).
[2] Yaitu jasa sebagai perantara atau makelar.
[3]
Yaitu komisi khusus bidang riset ilmiah dan fatwa, beranggotakan
ulama-ulama terkemuka di Arab Saudi, bahkan menjadi rujukan kaum
muslimin di berbagai belahan bumi, (-penj.).
[4] Kadang disebut dengan istilah pyramid scheme, network marketing, atau Multi Level Marketing (MLM), (-penj.).
[5] Riba fadhl
adalah penambahan pada salah satu di antara dua barang ribawy (yaitu
barang yang berlaku pada hukum riba) yang sejenis dalam transaksi yang
kontan, (-penj.).
[6] Riba nasî’ah adalah transaksi antara dua jenis barang ribawy yang tidak secara kontan, (-penj.).
[7] Maksudnya adalah menurut nash Al-Qur`an dan Sunnah serta kesepakatan para ulama, (-penj.).
[8] Suatu hal yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, baik dari sisi hakikat maupun kadarnya, (-penj.).
[9] Maksudnya adalah jasa sebagai perantara atau makelar, (-penj.).
[10] Penggun barang tersebut adalah anggota MLM. Hal ini dikenal dengan istilah user 100%, (-ed.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar