Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam Madarijus Salikin cetakan Darul Ihya’it Turatsil Araby jilid 2 hal 242-246: “Di
sini seorang hamba memiliki sebelas persaksian dalam musibah yang
menimpa dirinya dari gangguan makhluk dan kejahatan mereka terhadapnya:
Pertama: Persaksian yang disebutkan oleh Syaikh
(Al-Harawy -pent) yaitu persaksian takdir, dan bahwasanya apa yang
terjadi atas dirinya itu adalah dengan kehendak Allah, ketetapan dan
takdir-Nya, maka dia akan menganggapnya seperti orang yang merasa
terganggu dengan panas dan dingin, sakit dan kepedihan, bertiupnya angin
dan kemarau panjang.
Jadi semua ini terjadi dengan kehendak Allah, apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan pasti terwujud, sedangkan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi dan mustahil terwujud. Jika seorang hamba menyaksikan hal ini, maka dia akan merasa tenang dan mengetahui bahwa hal itu pasti terjadi tanpa bisa ditolak, jadi tidak ada manfaatnya berkeluh kesah karenanya, sebab hal itu adalah seperti berkeluh kesah disebabkan rasa panas, dingin, sakit dan kematian.
Jadi semua ini terjadi dengan kehendak Allah, apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan pasti terwujud, sedangkan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi dan mustahil terwujud. Jika seorang hamba menyaksikan hal ini, maka dia akan merasa tenang dan mengetahui bahwa hal itu pasti terjadi tanpa bisa ditolak, jadi tidak ada manfaatnya berkeluh kesah karenanya, sebab hal itu adalah seperti berkeluh kesah disebabkan rasa panas, dingin, sakit dan kematian.
Kedua: Persaksian sabar, dia menyaksikannya dan
menyaksikan wajibnya hal itu, baiknya kesudahannya, balasan orang yang
melakukannya, buah darinya berupa kebahagiaan dan kesenangan yang
menimbulkan perasaan iri oleh orang lain, serta menyelamatkan dirinya
dari penyesalan akibat tindakan membalas dendam dan menghukum. Jadi
tidak ada seorangpun yang membalas dendam karena pribadinya, melainkan
hal itu akan disusul dengan penyesalan. Dan seorang hamba akan
mengetahui bahwa jika dia tidak bersabar sebagai pilihan di dalam
menghadapinya -dan ini yang terpuji- justru dia akan bersabar dengan
terpaksa terhadap perkara yang lebih besar darinya -dan ini adalah hal
yang tercela-.
Ketiga: Persaksian memaafkan, berlapang dada dan
bersikap lembut, karena kapan saja dia menyaksikan hal itu,
keutamaannya, manisnya dan kemuliaannya, dia tidak akan berpaling
darinya kecuali karena ada sesuatu yang menutupi mata hatinya. Karena
sesungguhnya tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan sebab dia
memaafkan selain kemuliaan, sebagaimana hal itu telah shahih dari Nabi
shallahu alaihi was salam, dan telah diketahui berdasarkan pengalaman
dan realita, dan tidaklah seseorang membalas dendam karena pribadinya
melainkan dia akan menjadi hina.
Demikianlah, dan di dalam bersikap lapang dada, memaafkan, dan
bersikap lembut, terdapat rasa manis, ketenangan, kedamaian, kemuliaan
jiwa, dan keluhurannya dibandingkan memuaskan jiwa dengan membalas
dendam, yang semua ini tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan sikap
membalas dendam dan menghukum.
Keempat: Persaksian ridha, dan ini lebih tinggi
derajatnya dibandingkan dengan persaksian memaafkan dan berlapang dada.
Ini tidak akan terjadi kecuali pada jiwa-jiwa yang tenang. Terlebih lagi
jika musibah yang menimpanya adalah disebabkan karena dia melaksanakan
perintah Allah, maka kalau dia ditimpa musibah di jalan Allah dan
keridhaan-Nya serta kecintaan-Nya, pasti dia akan ridha dengan apa yang
didapatkan di jalan Allah. Ini adalah keadaan semua orang yang mencintai
dengan jujur, dia pasti akan ridha terhadap hal yang menimpanya berupa
hal-hal yang tidak disukainya yang muncul dari pihak yang dicintainya.
Dan kapan saja dia merasa marah terhadapnya dan mengeluhkannya, maka
hal itu menunjukkan kedustaannya dalam mencintainya, dan realita
membuktikan demikian. Orang yang benar-benar cinta itu keadaannya
seperti dikatakan oleh penyair:
مِنْ أَجْلِكِ جَعَلْتُ خَدِّيْ أَرْضاً لِلشَّامِتِ وَالْحَسُوْدِ حَتَّى تَرْضَى
Karena dirimulah maka kuletakkan wajahku di tanah
Demi orang yang suka orang laim susah dan dengki agar engkau ridha
Demi orang yang suka orang laim susah dan dengki agar engkau ridha
Barangsiapa yang tidak ridha terhadap hal-hal menimpanya di jalan
orang yang dia cintai, maka hendaklah dia turun dari derajat cinta dan
hendaknya dia mundur, karena dia bukan orang yang pantas mengakuinya.
Kelima: Persaksian ihsan (kebaikan) dan ini lebih
tinggi dari sebelumnya, yaitu menyikapi keburukan orang yang berbuat
buruk kepadanya dengan kebaikan, dia tetap berbuat kepadanya setiap kali
dia berbuat buruk kepadanya. Yang membuatnya ringan adalah pengetahuan
dia bahwa dia mendapatkan keberuntungan atas perbuatannya itu, dan itu
berarti orang yang berbuat buruk kepadanya telah menghadiahkan
kebaikan-kebaikannya untuknya dan menghapusnya dari catatan pahalanya
dan menetapkannya pada catatan pahala orang yang dia perlakukan dengan
buruk. Maka justru sepantasnya engkau bersyukur kepadanya dan berbuat
baik kepadanya dengan hal-hal yang tidak ternilai harganya kepada orang
yang berbuat baik kepadamu.
Di sini perlu memahami masalah dengan seksama tentang membalas
pemberian dengan pahala; orang yang perlu dikasihani ini berarti telah
memberikan kebaikannya kepadamu. Maka jika engkau termasuk orang yang
dermawan, hendaklah engkau membalas pemberiannya agar pemberiannya
semakin kuat dan engkau tidak akan khawatir orang yang memberikannya itu
akan memintanya kembali, dalam hal ini terdapat kisah-kisah yang
terkenal dari orang-orang dermawan dan memiliki kemuliaan yang tinggi.
Perkara yang juga akan membuatmu merasa ringan yaitu jika engkau
mengetahui bahwa balasan itu sesuai dengan jenis amal, maka jika seperti
ini amalmu di dalam menghadapi keburukan makhluk kepadamu, yaitu dengan
engkau memaafkannya dan tetap berbuat baik kepadanya, padahal engkau
dalam keadaan membutuhkan, lemah, fakir dan hina, maka seperti itulah
yang akan dilakukan terhadapmu oleh Al-Muhsin (Yang Maha Berbuat Baik),
Al-Qadir (Yang Maha Kuasa), Al-Aziz (Yang Maha Mulia) dan Al-Ghany (Yang
Maha Kaya) ketika engkau berbuat buruk, Dia akan menyikapimu dengan
sikap yang engkau lakukan terhadap keburukan hamba-Nya kepadamu, ini
adalah perkara yang pasti, dan buktinya di dalam As-Sunnah sangat banyak
dari berbagi sisi bagi orang yang memperhatikannya.
Persaksian keenam: Persaksian keselamatan dan
dinginnya hati, ini adalah persaksian yang sangat mulia bagi siapa saja
yang mengetahuinya dengan benar dan merasakan manisnya, yaitu dengan
seseorang tidak menyibukkan hatinya dan menghibur hatinya ketika
mendapatkan gangguan, dia tidak berusaha menuntut balas dan mengobati
kemarahannya, tetapi dia mengosongkan hatinya dari semua itu dan dia
melihat bahwa keselamatan dan ketenangan hatinya adalah dengan cara
membersihkannya dari semua itu, hal itu justru akan lebih bermanfaat
baginya, lebih lezat serta lebih membantu kemaslahatannya, karena
sesungguhnya jika hati sibuk dengan sesuatu maka dia akan kehilangan
sesuatu yang lebih penting di sisinya dan lebih baik baginya, sehingga
dia dengan hal itu menjadi orang yang tertipu, sedangkan orang yang
cerdas maka dia tidak akan rela dengan hal itu dan dia melihat bahwa itu
termasuk tindakan-tindakan orang yang bodoh, maka bagaimana mungkin
bisa dibandingkan antara keselamatan hati dengan rasa marah, was-was dan
pikiranmu untuk menginginkan melakukan pembalasan.
Persaksian ketujuh: Persaksian rasa aman,
sesungguhnya jika seseorang meninggalkan tindakan membalas dendam, maka
dia akan merasa aman dari perkara yang lebih buruk darinya, dan jika dia
membalas dendam pasti dia akan merasakan ketakutan, karena hal itu akan
menanamkan permusuhan, sedangkan orang yang berakal tidak akan merasa
aman dari musuhnya walaupun orang yang hina, berapa banyak orang yang
hina mampu menghinakan musuhnya yang besar, namun jika dia memberi maaf
dan tidak membalas dendam pasti dia akan merasa aman dari munculnya
permusuhan atau bertambahnya permusuhan itu, dan pasti pemberian
maafnya, kelembutannya dan kelapangan dadanya akan bisa menghancurkan
duri musuhnya dan menghilangkan keluh kesahnya, berbeda dengan tindakan
balas dendam, realita juga membuktikan hal itu.
Persaksian kedelapan: Persaksian jihad, yaitu
seseorang menyaksikan munculnya gangguan manusia kepadanya termasuk
jihad dia di jalan Allah, memerintahkan mereka perkara yang ma’ruf,
melarang mereka dari kemungkaran, menegakkan agama Allah serta
meninggikan kalimat-Nya, orang yang memiliki kedudukan ini Allah telah
membeli jiwa, harta dan kehormatannya dengan harga yang paling mahal,
maka jika dia ingin harga itu diserahkan kepadanya, hendaklah dia juga
menyerahkan barang dagangannya agar dia berhak mendapatkan harganya,
jadi dia tidak memiliki hak atas siapa saja yang menyakitinya, dia tidak
memiliki sesuatu pun yang boleh dia terima jika dia memang telah ridha
dengan jual beli, karena Allah yang menjamin pahalanya.
Ini telah tetap berdasarkan nash dan ijma’ shahabat radhiyallahu
anhum, oleh karena inilah Nabi shallahu alaihi was salam melarang
penduduk Mekkah -semoga Allah tetap memuliakannya- untuk meminta kembali
rumah dan hartanya yang diambil oleh orang-orang kafir dan beliau tidak
memberi jaminan dengan diyat bagi orang-orang yang mereka bunuh di
jalan Allah. Maka tatkala Ash-Shiddiq (Abu Bakr) ingin meminta ganti
rugi kepada orang-orang yang murtad atas apa yang mereka rusak dari
jiwa-jiwa kaum muslimin dan harta mereka, Umar bin Al-Khaththab pun
berkata kepadanya dengan disaksikan oleh para shahabat radhiyallahu
anhum: “Itu adalah darah dan harta yang hilang di jalan Allah dan Allah
yang menjamin pahalanya, dan orang yang syahid itu tidak mendapatkan
diyat.” Maka para shahabat menerima pendapat Umar dan Ash-Shiddiq pun
sepakat dengannya.
Jadi barangsiapa yang beramal untuk Allah hingga dia disakiti di jalan Allah, maka Allah mengharamkan atasnya untuk melakukan balas dendam, sebagaimana perkataan Luqman kepada putranya:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) untuk
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar
serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Lukman: 17)
Persaksian kesembilan: Persaksian nikmat, hal itu ditinjau dari beberapa sisi:
Sisi Pertama: Seseorang menyaksikan nikmat Allah atasnya
dengan menjadikannya sebagai pihak yang dizhalimi yang sedang
menunggu-nunggu datangnya pertolongan dan Allah tidak menjadikannya
sebagai pihak yang zhalim yang menunggu datangnya kemurkaan dan hukuman.
Maka orang yang berakal jika dia diberi pilihan dengan dua keadaan itu
-dan pasti dia mendapatkan salah satunya- niscaya dia akan memilih
sebagai pihak yang dizhalimi.
Sisi Kedua: Dia menyaksikan nikmat Allah berupa dihapusnya
dosa-dosa dia, karena tidaklah apa yang menimpa seorang mukmin berupa
kesedihan, ketakutan dan gangguan kecuali dengannya Allah akan
menghapuskan dosa-dosanya. Oleh karena itulah musibah itu hakekatnya
adalah obat yang dengannya seseorang bisa keluar dari penyakit kesalahan
dan dosa, barangsiapa yang ridha untuk berjumpa dengan Allah dengan
membawa penyakit-penyakitnya semua dan dia tidak mengobatinya di dunia
dengan obat yang pasti memberikan kesembuhan, berarti dia adalah orang
yang tertipu dan bodoh. Jadi gangguan makhluk bagimu adalah seperti obat
yang tidak disukai yang diberikan oleh dokter yang menyayangimu, maka
janganlah engkau melihat pahitnya obat itu, ketidaksukaan terhadapnya,
serta orang-orang yang membawanya, tetapi lihatlah belas kasih sang
dokter yang membuatkan resep untukmu dan kepada orang yang mengirim obat
itu kepadamu melalui orang yang berusaha memberi manfaat kepadamu
dengan resiko dia bisa tertular penyakitmu.
Sisi Ketiga: Dengan menyaksikan bahwa ujian itu lebih ringan
dan lebih mudah dibandingkan yang lainnya, karena sesungguhnya tidak
ada sebuah ujian pun kecuali di atasnya ada yang lebih dahsyat dan lebih
pahit, jika di atasnya tidak ada ujian pada badan dan harta maka
hendaklah dia melihat keselamatan agama, keislaman dan tauhidnya, karena
semua musibah selain musibah agama maka itu ringan dan hakekatnya itu
adalah nikmat, sedangkan musibah yang sebenarnya adalah musibah agama.
Sisi Keempat: Disempurnakannya balasan dan pahalanya pada
hari kiamat yang penuh kefakiran dan kesengsaraan, disebutkan pada
sebagian riwayat bahwa nanti pada hari kiamat ada orang-orang yang
berangan-angan seandainya kulit mereka dipotong-potong dengan gunting
karena mereka melihat besarnya pahala orang yang tertimpa musibah.
Inilah beberapa diantaranya, dan sungguh seorang hamba akan sangat
senang pada hari kiamat nanti dengan apa yang akan dia dapatkan dari
hak-haknya berupa harta, jiwa, dan kehormatan yang dizhalimi manusia,
sehingga orang yang berakal akan menganggap ini sebagai tabungan untuk
menghadapi hari yang penuh kefakiran dan kesengsaraan itu dan dia tidak
akan merusaknya dengan melakukan balas dendam yang sama sekali tidak ada
manfaatnya untuk dia.
Persaksian kesepuluh: Persaksian keteladanan, ini
adalah persaksian yang sangat mulia dan lembut sekali, karena orang yang
berakal dan cerdas akan ridha meneladani para rasul Allah, para
nabi-Nya, para wali-Nya, serta orang-orang khusus dari makhluk-Nya,
karena mereka adalah manusia yang paling berat ujiannya dan gangguan
manusia kepada mereka lebih cepat dibandingkan banjir ketika hujan
lebat, dan hal itu bisa ketahui cukup dengan memperhatikan kisah-kisah
para nabi alaihimus salam bersama umat-umat mereka dan keadaan nabi kita
shallahu alaihi was salam serta gangguan musuh-musuh beliau dengan
gangguan yang belum pernah ada sebelumnya. Waraqah bin Naufal telah
berkata kepada beliau: “Engkau benar-benar akan didustakan, diusir dan
disakiti.” Dia juga berkata kepada beliau: “Tidaklah seorang pun membawa
semisal apa yang engkau bawa, kecuali dia pasti akan disakiti.” Dan
keadaan ini akan terus terjadi pada para pewaris beliau sebagaimana
keadaan orang yang memberikan warisan kepada mereka shallahu alaihi was
salam.
Maka tidakkah seorang hamba ridha untuk memiliki teladan sebaik-baik
makhluk Allah dan hamba pilihan-Nya, kemudian orang yang di bawah mereka
dan seterusnya?!
Barangsiapa yang ingin mengetahui hal itu, maka hendaklah dia
memperhatikan ujian-ujian yang menimpa para ulama dan gangguan
orang-orang yang bodoh terhadap mereka. Ibnu Abdil Barr telah menyusun
sebuah kitab dalam masalah tersebut yang beliau beri judul “Mihanul
Ulama.”
Persaksian kesebelas: Persaksian tauhid, ini adalah
persaksian yang paling agung dan paling tinggi. Jika seorang hamba
hatinya telah penuh dengan kecintaan kepada Allah, ikhlash kepada-Nya,
selalu menjalin hubungan dengan-Nya, lebih mengutamakan keridhaan-Nya,
mendekatkan diri kepada-Nya, matanya merasa sejuk dengan-Nya, rindu
kepada-Nya, tentram dan tenang karena-Nya, ingin berjumpa dengan-Nya,
serta menjadikan-Nya sebagai pelindung -dan bukan kepada selain-Nya-
dengan cara menyerahkan urusannya semuanya kepada-Nya, ridha kepada-Nya
dan kepada takdir-Nya, menyibukkan diri untuk mencintai-Nya, takut
kepada-Nya, berharap kepada-Nya, mengingat-Nya dan bertawakal kepada-Nya
dengan meninggalkan selain-Nya semuanya, maka tidak akan tersisa di
dalam hatinya tempat untuk memperhatikan gangguan manusia terhadapnya
sama sekali, apalagi untuk menyibukkan hatinya dan pikirannya untuk
menuntut balas dendam. Ini tidak akan terjadi kecuali dari hati yang di
dalamnya tidak ada hal yang mencukupinya dari semua itu dan memberinya
ganti, jadi dia adalah hati yang lapar dan tidak kenyang, jika dia
melihat makanan apa saja dia pun segera menyerbunya dan seleranya pun
langsung bangkit.
Adapun orang yang hatinya penuh dengan makanan yang
paling bagus dan paling mulia, maka dia tidak akan menoleh kepada
makanan yang lebih rendah darinya. Dan semua itu adalah keutamaan dari
Allah yang Dia karuniakan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah
memiliki karunia yang besar
Sumber : http://forumsalafy.net/hal-hal-yang-membantu-seorang-hamba-untuk-memaafkan-saudaranya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar