Ustadz Fauzan Abu Muhammad Al-Kutawy –hafidzhahullah–
Sesungguhnya kekayaan dan kemiskinan adalah suatu perkara yang telah ditetapkan oleh Allah -Subhanahu wa ta’ala- bagi para hamba-Nya, untuk melihat siapakah diantara mereka yang bersyukur terhadap karunia yang diberikan kepadanya dan siapakah yang tidak mensyukurinya.
Sesungguhnya kekayaan dan kemiskinan adalah suatu perkara yang telah ditetapkan oleh Allah -Subhanahu wa ta’ala- bagi para hamba-Nya, untuk melihat siapakah diantara mereka yang bersyukur terhadap karunia yang diberikan kepadanya dan siapakah yang tidak mensyukurinya.
Dari Sulaim As Sulamy -radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إن الله يبتلي عبده بما أعطاه، فمن رضي بما قسم له، بارك الله له فيه ووسعه، ومن لم يرض لم يبارك فيه.
رواه أحمد وصححه الألباني في الصحيحة.
“Sesungguhnya Allah menguji seorang hamba dengan perkara yang
diberikan kepadanya, siapa yang ridha dengan pembagian tersebut untuknya
maka Allah akan memberkahi baginya pemberian tersebut dan akan
meluaskannya, jika ia tidak ridha maka Allah tidak akan memberkahi
pemberian tersebut“. (HR. Ahmad (5/24) dan dishahihkan Syeikh Al Albany dlm Ash Shahihah (1658)).
Dan Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman:
والله فضل بعضكم على بعض في الرزق…الأية
(النحل؛ ٧١)
“Dan Allah telah melebihkan rezeki sebagian kalian dari yang lainnya…“. (QS. An Nahl: 71).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (7/2291);
Bahwasanya Umar bin Khaththab -radhiyallahu ‘anhu- pernah menulis
sebuah surat kepada Abu Musa Al Asy’ari -radhiyallahu ‘anhu- yang
berisi;
“Bersifat Qana’ahlah (merasa ridha dan cukup atas pemberian
Allah) engkau dengan rezekimu didunia ini, karena sesungguhnya Allah
yang Maha Pengasih melebihkan sebagian hamba-Nya terhadap sebagian yang
lainnya dalam hal rezeki untuk menguji mereka seluruhnya, maka Dia
menguji dengannya orang-orang yang diluaskan rezekinya tentang bagaimana
ia mensyukurinya, dan bentuk kesyukurannya kepada Allah itu adalah
dengan menggunakannya dijalan yang benar yang diwajibkan atasnya“.
Dan ketetapan ini adalah sesuatu yang telah ada sebelum seorang hamba itu dilahirkan di permukaan bumi ini.
Dari Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah
-shalallahu ‘alaihi wa sallam- telah menceritakan kepadaku, dan Beliau
adalah seorang yang jujur dan dibenarkan, Beliau bersabda:
إن أحدكم يجمع في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم يكون علقة مثل
ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يبعث عليه ملكا فيؤمر بأربع كلمات، بكتب رزقه
وأجله وشقي أو سعيد. متفق عليه.
“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan diperut
ibunya empat puluh hari dalam bentuk nuthfah (sperma), lalu menjadi
‘alaqah (gumpalan darah) selama (empat puluh hari) itu pula, lalu
menjadi mudlghah (segumpal daging) seperti itu pula, kemudian datanglah
kepadanya malaikat, lalu diperintahkan untuk mencatat empat hal;
ditetapkan rezekinya, ajalnya, sengsaranya atau bahagianya“. (Muttafaqun ‘alaih.)
Berkata Syeikh kami Muhammad bin Abdillah Al Imam -hafidzahullah-;
“Dan dari perkara yang menentramkan hati seorang mukmin adalah;
pengetahuannya bahwa Allah telah membagi rezeki-rezeki bagi para
hamba-Nya sehingga seorang mukmin itu berserah kepada Allah terhadap
takdir dan ketentuan-Nya, dan merasa qana’ah terhadap rezeki yang
diberikan kepadanya serta mengerahkan jiwanya untuk bersegera terhadap
sesuatu yang ia diciptakan dengannya berupa peribadatan kepada Allah
dan perkara yang sangat ia butuhkan yang tidak ada kebahagiaan di dunia
dan di akhirat kecuali dengannya yaitu beramal dengan syari’at Allah dan
bersegera dalam beribadah kepada Allah“. (Al ‘Adl Fil Amwal; 292).
Dan Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman:
أهم يقسمون رحمت ربك، نحن قسمنا بينهم في الحياة الدنيا، ورفعنا بعضهم فوق بعض درجات. (الزخرف: ٣٢)
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat tuhanmu??, Kamilah
yang membagikannya diantara mereka dikehidupan dunia ini, dan kami
mengangkat sebagian mereka beberapa derajat dari sebagian lainnya“. (Az Zuhruf; 32).
Ayat ini adalah penyejuk hati bagi orang-orang yang gundah gulana karena memikirkan ma’isyah
(penghidupan) di dunia ini, yaitu ketika ia meyakini bahwa Allah lah
yang telah menciptakannya dan telah menanggung rezekinya dipermukaan
bumi ini sehingga rezeki itu tidaklah akan terlepas darinya selama nyawa
masih dikandung badan.
Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata; Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda;
لو أن أحدكم فر من رزقه لأدركه كما يدركه الموت.
رواه الطبراني في الأوسط وابن عدي في الكامل وحسنه الألباني في صحيح الترغيب.
“Seandainya salah seorang diantara kalian lari dari rezekinya
maka pasti rezeki tersebut akan menjumpainya sebagaimana kematian itu
akan menjumpainya“. (HR. Ath Thabrani dlm Al Ausath (4444), Ibnu
Adi dlm Al Kamil (6/2045) dan dihasankan Syeikh Al Albani dlm Shahih At
Targhib (1704)).
Dan dari hadits Abu Darda’ -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda;
إن الرزق ليطلب العبد كما يطلبه أجله.
رواه ابن أبي عاصم في السنة وحسنه الألباني في الصحيحة.
“Sesungguhnya rezeki itu memburu seseorang hamba sebagaimana ajal itu memburunya“. (HR. Ibnu Abi Ashim dlm As Sunnah (1/117) dan dihasankan Syeikh Al Albany dlm Ash Shahihah (952))
Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu- pernah berkata;
Kami bersama Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam-, maka Beliau
melihat seorang pengemis lalu Beliaupun memberikan kurma kepadanya dan
Beliau bersabda;
لو لم تأتها لأتتك
“Seandainya engkau tidak mendatanginya (yaitu; kurma tsb) maka ia (kurma itu) yang akan mendatangimu“. Berkata Al Wadi’iy -rahimahullah-; Hadits ini hasan, para perawinya rawi Ash Shahih. (Al Jami’us Shahih Fil Qadr; 234).
Dan didalam riwayat Ibnu Majah (2144) dan Al Hakim dlm Al Mustadrak
(2/4) dari hadits Jabir -radhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya Nabi
-shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda;
لا تستبطؤا الرزق فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب؛ أخذ الحلال وترك الحرام.
“Janganlah kalian berputus asa dari rezeki, karena tidaklah
seorang hamba itu akan mati sampai ia telah mendapatkan akhir dari jatah
rezekinya, maka perbaikilah dalam mencari rezeki; carilah yang halal
dan tinggalkan yang haram“.
Hadits ini dihasankan oleh Syeikh Muqbil dalam Ash Shahihul Musnad (250).
Dan masih banyak lagi hadits-hadits semisal ini, yang hal tersebut
adalah penghibur dan perkara yang menenangkan seorang hamba tatkala
ditimpakan kepadanya sebagian dari bentuk-bentuk kefakiran dan
kemiskinan.
Apalagi jika dia mengetahui bahwasanya dirinya bukanlah satu-satunya
orang yang diberikan kemiskinan didunia ini, bahkan disana banyak
hamba-hamba Allah lainnya yang lebih diberikan kemiskinan darinya, oleh
sebab itulah Nabi -Shalallahu ‘alaihi wa sallam- mengajarkan kita untuk
memiliki pola pikir seperti ini, Beliau bersabda;
إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه ممن فضل عليه.
متفق عليه.
“Jika salah seorang diantara kalian melihat kepada seorang yang
dilebihkan dalam harta dan postur tubuhnya, maka hendaklah ia melihat
kepada orang yang dibawahnya“. (Muttafaqun ‘alaih, dari hadits Abu Hurairah).
Betapa indahnya tuntunan Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- ini,
hilanglah kegelisahan serta keluhan terhadap manusia, yang ada adalah
kesyukuran terhadap apa yang dikaruniakan oleh Allah -Subhanahu wa
ta’ala- kepada kita. Apalagi jika kita mengetahui keutamaan-keutamaan
para fakir miskin baik di dunia maupun di akhirat kelak, tentu hal
tersebut akan menambah kebahagiaan serta ketenangan jiwa bagi kita
semua. Wallahu a’lam.
Sumber : http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/hiburan-bagi-yang-dilanda-kemiskinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar