Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kami mendengar hadis yang berisi perintah bahwa jika kita sedang menjadi
imam shalat, maka kita harus memendekkan shalat tersebut. Apakah yang
dimaksud memendekkan shalat di sini? dan bagaimana praktiknya yang benar?
Apakah harus membaca surat-surat pendek saja seperti Al-Ikhlash, An-Nas, dan semisalnya?
Kami mohon jawaban beserta dalil serta penerapan yang benar menurut
pemahaman yang benar pula, karena sebagian kami menjadi imam shalat lima
waktu di masjid. Terima kasih atas penjelasannya.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Dalam hal panjang dan pendeknya bacaan, telah dibedakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam antara shalat sendirian dan shalat berjamaah. Berliau bersabda,
“Jika di antara kamu shalat mengimami manusia, maka hendaklah
meringkas, karena di antara mereka ada yang lemah, orang sakit, dan
orang tua. Akan tetapi, jika shalat sendirian, maka hendaklah
memanjangkan semuanya.” (HR. Bukhari: 662)
Akan tetapi, bukanlah yang dimaksudkan meringkas shalat adalah
membaca setiap rakaatnya dengan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash
dan An-Nash atau semisalnya. Kita harus memahami maksud hadis di atas
sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat syariat yang mulia ini. Jika
penafsiran suatu hadis diserahkan kepada semua pihak, niscaya mereka
akan berbeda penafsiran dan akan terus berselisih. Misalnya tentang
penafsiran hadis ini, seorang penghafal Alquran akan mengatakan bahwa
Surat Al-Anfal, Surat Yusuf, Surat Yunus, dan semisalnya adalah
surat-surat yang pendek (karena dia telah menghafalnya di luar kepala),
sementara orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran akan mengatakan
bahwa surat Al-Ghosyiyah, Al-Alaq, Al-Balad, Adh-Dhuha, dan semisalnya
adalah surat-surat yang panjang. Maka mustahil terjadi kesamaan persepsi
dari setiap orang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui siapakah seseorang yang
shalatnya ringkas (pendek) ketika menjadi imam? Jawabnya tidak lain
adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sebuah hadis:
Dari Anas bin Malik berkata, “Aku tidak pernah shalat bersama seorang
imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya daripada
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari: 667 dan Muslim: 721)
Hadis ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam,
tetapi juga menyempurnakannya. Inilah maksud hadis yang diinginkan,
karena demikianlah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan sabdanya dengan praktik secara langsung yang dilihat oleh para sahabat setiap hari.
Maka bagi setiap imam hendaklah berupaya melaksanakan shalatnya agar sesuai dengan sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Shalat yang sesuai dengan sunah adalah shalat yang pendek tetapi
sempurna, bukan shalat yang memperturutkan hawa nafsunya atau hawa nafsu
kebanyakan para makmumnya yang biasanya ingin shalat secepat mungkin.
Seorang imam adalah pemikul amanat manusia, dan orang yang sedang
memikul amanat harus menunaikannya dengan yang sebaik-baiknya, dan
shalat yang paling baik adalah yang sesuai dengan sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Nawawi berkata, “Makna hadis ini sangat jelas, yaitu seorang
imam diperintahkan untuk memendekkan shalatnya tetapi tidak mengurangi
sunah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mengurangi maksud-maksud shalat.” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 2:216)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Para ahlul ilmi mengatakan, yang dianjurkan ketika shalat shubuh adalah membaca thiwalul mufashol, dalam shalat maghrib membaca qishorul mufashol, dan shalat lainnya (zuhur, ashar, dan isya) membaca awashitul mufashol. thiwalul mufashol adalah dimulai dari surat Qaf sampai dengan surat An-Naba, qishorul mufashol adalah dimulai dari surat Adh-Duha sampai dengan akhir Alquran, dan awashitul mufashol adalah dimulai dari surat An-Naba sampai dengan Adh-Dhuha. Inilah yang biasa dilakukan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh juga kadang-kadang membaca thiwalul mufashol ketika shalat maghrib, sebagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kadang-kadang membacanya pada shalat maghrib.” (Liqo’ al-Bab al-Maftuh, 3:79)
Perkataan di atas didasari oleh sebuah hadis dari jalan Sulaiman bin
Yasar dari Abu Hurairah beliau berkata, “Aku tidak pernah shalat bersama
seorang pun yang lebih mirip dengan shalatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
daripada orang ini (Sulaiman bin Yasar).” Lalu beliau berkata, “Adalah
beliau (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) memanjangkan dua rakaat
pertama shalat zuhur dan memendekkan dua rakaat yang lainnya. Beliau
meringkas shalat ashar. Beliau membaca qishorul mufashol pada shalat maghrib, membaca washatul (awashitul) mufashol pada waktu shalat isya, dan membaca thulul (thiwalul) mufashol pada shalat shubuh.” (HR. Ibnu Majah: 827, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Sunan Nasai: 983)
Demikian juga, jika suatu saat dibutuhkan untuk shalat lebih pendek dari yang biasa dilakukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
maka hal itu dibolehkan dengan syarat tidak dijadikan sebagai
kebiasaan. Alasannya, jika hal itu dilakukan setiap hari maka dia akan
menyelisihi sunah dalam hal mengimami shalat. Dalam sebuah hadis dari
Anas bin Malik, beliau berkata, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya
aku memulai shalat, dan aku ingin memanjangkan bacaannya, lalu aku
mendengar tangisan anak kecil, lalu aku meringkas shalatku sebab aku
mengetahui kekhawatiran ibunya mendengar tangisan anaknya.” (HR. Bukhari 668 dan Muslim: 723)
Akan tetapi, bacaan panjang yang melebihi sunah Rasul jika sampai
memberatkan umatnya maka menjadi haram hukumnya, karena hal ini akan
menyulitkan dan membuat orang-orang lari dari ibadah. Oleh karenanya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
sangat marah ketika ada salah satu sahabatnya yang terlalu panjang
bacaannya ketika menjadi imam sehingga menyulitkan orang lain. (HR.
Bukhari: 6106 dan Muslim: 465)
Kesimpulan
- Hendaklah meringkas (memendekkan) shalat jika menjadi imam, dan memanjangkan semaunya jika shalat sendirian.
- Maksud dari memendekkan shalat ketika menjadi imam adalah menyempurnakan shalat sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bukan melaksanakan shalat yang paling pendek menurut hawa nafsu manusia.
- Dianjurkan ketika shalat shubuh membaca thiwalul mufashol (qs.Qaf - An-Naba), sholat zhuhur, ashar, dan isya membaca awashitul mufashol (qs. An-Naba s.d As Dhuha) dan qishorul mufashol (qs.Adh-Duha - An Naas) ketika shalat maghrib .
- Dibolehkan mengurangi atau melebihi sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam bacaannya jika ada suatu kebutuhan, asalkan tidak memberatkan orang lain dan tidak dijadikan kebiasaan setiap hari.
- Dilarang terlalu panjang bacaannya melebihi sunah yang berakibat memberatkan makmum.
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 01 Tahun ke-10 1432 H/ 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar