Kamis, 06 Oktober 2011

Al Qur'an Di Mata Syi'ah (3)

Pada bagian pertama dan kedua telah dikupas mengenai kenyataan yang pahit, yaitu mengingkari adanya perubahan pada Al-Qur’an sama dengan mengingkari prinsip Imamah, yang berarti mengingkari legalitas madzhab Syi’ah itu sendiri. Karena sudah jelas bahwa mazhab Syi’ah dibangun atas prinsip Imamah yang bermakna, meyakini bahwa Ali dan 11 anak cucunya berhak menjadi khalifah serta mereka adalah Imam yang menjadi pewaris kenabian. Hal ini biasa juga disebut dengan Wilayah. Dalam kitab Al-Kafi terdapat sebuah riwayat dari Imam Ja’far As-Shadiq yang mengatakan: “Islam ditegakkan di atas lima rukun, yaitu shalat, zakat, puasa, haji dan wilayah, tidak ada yang ditekankan seperti ditekankannya wilayah pada hari ghadir.” (Al-Kafi, jilid. 2, hal. 21, bab. Da’a’imul Islam).

Kita perhatikan wilayah pada hari ghadir, yaitu pengangkatan Ali menjadi khalifah oleh Nabi di mata air yang bernama Ghadir Khum, sepulang dari haji wada’. Kisah ini akan kita bahas panjang lebar di lain kesempatan Insya Allah.

Artinya ialah meyakini Ali sebagai khalifah setelah Nabi. Hal ini lebih penting dari pada shalat, puasa, zakat dan haji, karena diberi penekanan yang lebih pada hari ghadir. Artinya penekanan itu lebih penting dari pada penekanan terhadap tauhid. Selama ini yang menjadi penekanan dakwah para Nabi adalah tauhid, seperti yang tertera dalam Al-Qur’an, tetapi bagi Syi’ah yang terpenting adalah wilayah atau imamah.

Sebuah konsekuensi yang amat berat, tetapi mengapa kita masih mendengar teman-teman kita yang kebetulan Syi’ah, yang marah ketika diajak bicara masalah perubahan Al-Qur’an, dan tidak bisa menerima jika Syi’ah dituduh meyakini perubahan Al-Qur’an. Saya tambahkan, bukan hanya orang awam yang “amatir” (jawa; kroco) yang mengingkari, tetapi ulama-ulama mereka pun mengingkari juga, contohnya seperti yang dibahas di bagian kedua, yaitu Muhammad Ridha Muzhaffar dan Muhammad Husein Al-Kasyiful Ghita.

Pertanyaannya, mengapa mereka mengingkari kenyataan yang nampak jelas dalam kitab mereka sendiri? Menurut kami ada dua sebab:

Karena memang mereka bertaqiyah. Apa itu taqiyah? Silahkan anda baca pembahasan taqiyah dalam situs ini untuk lebih jelasnya.

Karena mereka benar-benar tidak tahu lalu mengingkari hal itu, tetapi mereka tidak sadar akan konsekuensinya yang amat berat, yaitu keluar dari Syi’ah dan kembali beriman pada Al-Qur’an yang ada saat ini.

Perlu anda ketahui bahwa Syi’ah memiliki alergi ketika kita ajak dialog tentang masalah perubahan Al-Qur’an. Sebenarnya alergi itu tidak perlu terjadi, karena bagaimana seorang penganut sebuah keyakinan bisa alergi dengan ajaran keyakinan yang dianutnya?

Maka anda jangan takut ketika melihat teman anda yang Syi’ah marah, mencak-mencak dan bisa jadi kejang ketika anda membicarakan masalah ini. Itu adalah reaksi yang biasa muncul dan tidak perlu ditakutkan. Walaupun kadar mencak-mencak dan kejangnya kadang berbeda antara yang amatir dengan yang berperan sebagai aktor intelektual.

Mengapa mereka alergi? Wajar saja, karena masalah iman pada Al-Qur’an menjadi salah satu pemisah antara kaum muslimin dan mereka yang “non muslim”. Artinya mudah bagi seorang muslim awam untuk memahami bahwa siapa yang tidak percaya pada Al-Qur’an adalah bukan orang muslim. Dengan begitu orang awam akan mudah menilai bahwa Syi’ah adalah sesat. Juga karena Syi’ah masih ingin dianggap sebagai kaum muslimin. Karena dengan masih dianggap sebagai muslim akan membuat misi dakwah Syi’ah lebih mudah.

Tindakan Yang Bisa Anda Lakukan;

Jika teman anda yang Syi’ah marah ketika diajak dialog masalah perubahan Al-Qur’an, maka segera anda diam, biarkan dia menyelesaikan marahnya. Jika marahnya sudah mereda, beritahukan padanya bahwa hal itu tercantum dalam kitab-kitab induk Syi’ah yang dia belum menelaahnya, katakan padanya bahwa orang yang belum tahu tidak layak untuk marah sebelum menelaah. Tetapi jika kemarahan dan emosinya begitu menggelora sampai tangannya meraih asbak atau benda yang ada di dekatnya dan mengarahkannya ke kepala anda, segera ambil benda apa pun untuk melindungi kepala anda, dan sebaiknya anda segera pergi sebelum benda itu benar-benar mendarat di kepala dan menimbulkan masalah bagi anda.

Selain marah dan mencak-mencak ada juga reaksi lain yang muncul saat diajak dialog, yaitu dengan mengajak anda meneruskan dialog. Lalu kira-kira apa jawaban yang akan keluar dari Syi’ah?

1. Serangan balik

Artinya teman anda yang Syi’ah akan balik menuduh bahwa dalam riwayat Sunni juga ada yang menunjukkan Al-Qur’an telah dirubah. Jelas mereka berbohong, karena isi hadits-hadits yang dimaksud oleh Syi’ah hanyalah seputar nasakh tilawah atau perbedaan qira’at yang memang pernah ada. Perlu diperhatikan bahwa banyak ulama Syi’ah yang mengakui adanya nasakh, seperti Syaikh Thaifah At-Thusi misalnya, meski demikian, kita lihat Abul Qasim Al-Khu’i mengatakan bahwa nasakh itu tak lain dan tak bukan adalah tahrif itu sendiri. Semua ini adalah upaya untuk menghindar dan berputar-putar tanpa ada jawaban yang jelas. Padahal keduanya berbeda, sehingga kita perhatikan dari teman yang Syi’ah, mereka selalu berputar-putar dalam diskusi sampai membuat kita lelah menghadapinya. Bisa jadi mereka sengaja berbuat demikian untuk menghindar dari jawaban-jawaban yang membuatnya merasa kalah dalam debat. Kita perhatikan semua Syi’ah suka berputar-putar dalam dialog. Saya curiga teman-teman Syi’ah telah mengalami mutasi pada gennya sehingga mereka semua menjadi suka berbohong dan berputar-putar dalam dialog. Kita tidak lupa bagaimana taqiyah adalah salah satu ajaran pokok dalam Syi’ah. Kita tidak heran, karena taqiyah adalah sembilan dari sepuluh bagian agama Syi’ah. Sebenarnya cara ini merupakan sebuah aib bagi Syi’ah yang tidak dapat menjawab tuduhan yang memang terbukti, lalu berusaha membuktikan tuduhan yang sama pada lawan.

Hal ini memang sebuah aib, tetapi hanya ini yang mereka punya, yang lebih baik dari pada diam tak menjawab dan dipandang kalah dalam berdebat. Mengenai serangan balik dari Syi’ah berkaitan masalah perubahan Al-Qur’an akan dibahas lebih detil Insya Allah.

2. Membela diri

Mereka membela diri dengan menklaim bahwa riwayat yang menyatakan perubahan Al-Qur’an adalah dhaif, biasanya mereka juga mengatakan tidak ada kitab Syi’ah yang seluruh isinya shahih.

Jawabannya ada pada makalah ini bagian 1 dan 2. Silahkan anda merujuk kembali. Intinya perubahan Al-Qur’an sudah dinyatakan oleh para ulama Syi’ah sendiri, dan dinyatakan bahwa riwayat yang menyatakan hal itu lebih dari mutawatir, sehingga tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa riwayat tentang perubahan Al-Qur’an adalah dhaif. Sebab bagaimana riwayat mutawatir bisa berstatus dhaif? Begitu mutawatirnya sehingga sama dengan riwayat imamah, akhirnya menolak perubahan Al-Qur’an memiliki konsekuensi berat, yaitu menolak imamah.

Membela diri dengan mengemukakan masalah pen-shahih-an hadits akan membuat Syi’ah harus membela sekte Akhbariyin, yaitu sekte yang mempercayai seluruh riwayat yang ada dalam kitab Syi’ah, maka sekte Akhbariyin juga percaya adanya perubahan Al-Qur’an dan keyakinan-keyakinan lain, yang tercantum dalam kitab Syi’ah.

Syi’ah yang ada di Indonesia adalah Syi’ah Ushuli, yang masih percaya pada perlunya seleksi riwayat untuk membedakan yang shahih dan dhaif, tetapi semua itu hanyalah teori tanpa praktek. Salah satu ulama Syi’ah yang menganut paham Akhbari adalah Abdul Husein Syarafudin Al-Musawi, pengarang dua buku penting Syi’ah yaitu Dialog Sunnah - Syi’ah yang telah diterbitkan di Indonesia oleh penerbit Mizan, dan juga buku yang berjudul Abu Hurairah, yang kami tidak ingat penerbitnya.

Pada makalah bagian 1 dan 2 yang lalu telah kami nukilkan pernyataan ulama Syi’ah mengenai validitas riwayat perubahan Al-Qur’an, jelas ulama Syi’ah di atas lebih valid dan pandai dari teman Syi’ah anda, yang mungkin baru 2 tahun atau 20 tahun “jadi Syi’ah”. Lebih jauh lagi, ulama Syi’ah yang dinukil di atas lebih memahami isi riwayat-riwayat Syi’ah dari pada teman anda yang Syi’ah, yang barangkali belum bisa membaca dan menulis bahasa arab.

3. Takwil dan salah paham

Di antara cara mereka adalah dengan mengakui adanya riwayat-riwayat itu, tetapi mereka memiliki pemahaman lain, yaitu katanya riwayat-riwayat itu memiliki makna yang berbeda dengan yang tertulis, maksud ulama Syi’ah dengan pernyataan itu adalah mengatakan bahwa Al-Qur’an yang ada adalah terjaga dari perubahan, penambahan dan pengurangan. Ini sungguh aneh, karena dalam pernyataan ulama diatas, kita simak pernyataan yang jelas menunjukkan terjadinya revisi/perubahan dengan menambah atau mengurangi. Sedangkan para ulama Syi’ah di atas tidak akan gegabah membuat pernyataan penting seperti itu jika tidak memiliki dasar yang kuat. Kita lihat dari pernyataan ulama di atas, ada yang mendasarkan pernyataanya tentang perubahan Al-Qur’an dari riwayat dalam kitab Syi’ah yang berjumlah lebih dari mutawatir, yang menunjukkan adanya perubahan pada Al-Qur’an hari ini. Berarti riwayat-riwayat dalam kitab Syi’ah benar-benar menunjukkan perubahan Al-Qur’an.

Lalu bagaimana dengan “kawan kita” yang mencoba menafsirkan riwayat Syi’ah dengan makna lain? Barangkali pembaca bingung mengapa ada “teman kita yang Syi’ah” begitu berani memahami sendiri isi riwayat Syi’ah tanpa merujuk pada ulama yang lebih paham. Tetapi kebingungan pembaca akan sirna setelah membaca riwayat dari Imam Abu Ja'far Muhammad Al-Baqir, salah seorang dari 12 Imam Syi’ah: “Jika seluruh manusia menjadi Syi’ah kami, maka 3/4nya ragu-ragu terhadap kami dan sisanya adalah orang dungu.” (Rijalul Kisyi, hal. 179).

4. Riwayat seperti itu tidak ada.

Lebih parah lagi, bisa jadi kawan anda itu menyangkal adanya riwayat perubahan Al-Qur’an dalam kitab Syi’ah. Barangkali anda yang telah membaca bagian 1 dan 2 dari makalah ini akan bertambah bingung, bagaimana tidak? Kata Ulama besar, riwayat perubahan Al-Qur’an jumlahnya lebih dari mutawatir, tapi teman kita malah bilang riwayat seperti itu ga ada. Lalu mana yang benar?.

Katakan saja kepada kawan anda, barangkali anda belum pernah menelaah kitab Syi’ah karena anda tidak bisa berbahasa arab. Atau anda adalah korban penipuan dari ustad Syi’ah anda yang sengaja menipu agar anda tetap masuk Syi’ah. Karena jika anda tahu bahwa Syi’ah meyakini perubahan Al-Qur’an, ustadz anda takut kalau anda kembali menjadi Sunni.

Mungkin anda tidak heran ketika yang menyangkal adalah orang awam yang polos, tetapi jika yang menyangkal adalah intelektual, maka anda perlu merasa heran. Pada bagian 2 makalah ini telah kami paparkan contoh intelektual Syi’ah yang menyangkal adanya riwayat perubahan Al-Qur’an pada kitab Syi’ah. Apakah ada lagi intelektual Syi’ah yang menyangkal? Kita simak lanjutan makalah ini.


http://www.syiahindonesia.com/