Selasa, 04 Oktober 2011

Al Qur'an Di Mata Syi'ah (1)

Setiap Syi’ah harus, sekali lagi harus percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini tidak otentik dan mengalami perubahan. Tidak percaya?
Jika kita menelaah literatur-literatur Syi’ah, maka akan anda temui banyak riwayat juga pernyataan para ulama Syi’ah yang menegaskan bahwa Al-Qur’an yang dijadikan pedoman umat Islam saat ini sudah bukan asli lagi, alias sudah dirubah. Jadi kitab suci yang ada pada umat Islam sejak dulu sampai hari ini menurut Syi’ah sudah bukan otentik lagi, alias ada ayat-ayat yang bukan lagi wahyu Allah, tetapi ada juga hasil tulisan tangan manusia. Selain diubah, nukilan-nukilan itu juga menyatakan bahwa ada ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang dihapus. Intinya, Al-Qur’an yang ada sekarang ini tidak seperti yang diturunkan oleh Allah pada Nabi Muhammad SAW.


Sampai di sini para pembaca mungkin merasa heran dan bertanya-tanya, apakah benar Syi’ah menganggap demikian? Mungkin anda pernah mendengar hal ini sebelumnya dan mengklarifikasi kepada teman atau tetangga anda yang Syi’ah, dan dijawab oleh mereka bahwa hal itu semata-mata adalah fitnah dan tuduhan yang dihembuskan oleh musuh-musuh Syi’ah, dari mereka yang ingin memecah belah umat Islam. Lebih jauh lagi, mereka akan menuduh orang yang menebarkan hal itu sebagai antek zionis yahudi. Astaghfirullah…

Mengklarifikasikan sebuah tuduhan adalah sikap yang benar, dan seharusnya dilakukan oleh setiap muslim yang objektif, tetapi hendaknya kita tidak salah alamat dalam mengklarifikasi sebuah berita. Seperti kasus kita kali ini, mestinya kita mengklarifikasi tuduhan ini dengan melihat langsung ke literatur Syi’ah untuk mengecek kebenaran berita ini, mengecek apakah benar ada kitab-kitab Syi’ah yang menyatakan demikian atau tidak ada. Mengapa klarifikasi ke tetangga, teman atau dosen anda yang Syi’ah adalah salah alamat? Ada beberapa sebab; bisa jadi teman, tetangga dan dosen anda belum pernah mendapat akses ke literatur itu, bisa jadi dia memang sudah mengakses tetapi dia mengingkari hal itu. bisa jadi dia adalah “anggota biasa” yang tidak tahu apa-apa, dan masih banyak lagi kemungkinan lain. Tetapi semua itu tidak akan mengubah apa yang tercantum dalam kitab-kitab Syi’ah. Di antaranya:

Abu Abdillah berkata: “Al-Qur’an yang diturunkan Jibril kepada Muhammad adalah 17 ribu ayat”. (Al-Kafi, jilid. 2, hal. 463. Muhammad Baqir Al-Majlisi berkata: “Bahwa riwayat ini adalah muwathaqoh.” Lihat di Mir’atul Uqul, jilid. 2, hal. 525).

Jika kita telaah lagi pernyataan-pernyataan ulama Syi’ah mengenai ingkarnya mereka pada Al-Qur’an hari ini, kita akan sampai pada sebuah kesimpulan berbahaya, yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesimpulan ini berbunyi: Setiap Syi’ah harus mengingkari keaslian Al-Qur’an, jika masih beriman bahwa Al-Qur’an sekarang ini adalah asli otentik seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, maka dia bukan Syi’ah.

Ada kalimat lain untuk kesimpulan di atas, yaitu setiap Syi’ah harus meyakini bahwa Al-Qur’an telah dirubah, ditambah dan dikurangi. Seseorang tidak bisa menjadi Syi’ah jika tidak meyakini hal itu. Sehingga dapat kita katakan bahwa seorang Syi’ah terpaksa meyakini hal itu jika masih ingin menjadi Syi’ah. Di sini meyakini adanya penambahan, pengurangan dan perubahan terhadap ayat Al-Qur’an menjadi sebuah konsekwensi yang melekat, dan tidak pernah akan lepas, bagi seorang penganut Syi’ah.

Bisa dikatakan juga, mereka yang meyakini bahwa Al-Qur’an masih asli tidak pernah akan menjadi Syi’ah.

Saya mohon maaf pada pembaca karena barangkali telah membuat pembaca agak sedikit bingung –plus terkejut–. Tetapi ini adalah kenyataan yang harus kita ketahui. Barangkali anda akan bertanya mengenai hal-hal yang mendasari kesimpulan saya di atas, ini adalah pertanyaan wajar, dan memang saya akan mengetengahkan bukti-bukti dari pernyataan di atas. Saya katakan di atas bahwa yang akan mencapai kesimpulan seperti itu bukanlah saya pribadi, tetapi kita semua, seluruh pembaca makalah ini. Saya mengajak diri saya sendiri dan pembaca yang budiman untuk merasa tidak puas dengan omongan orang tentang sesuatu, sebelum merujuk pada sumber otentik dari sesuatu itu. Anda jangan puas hanya dengan mendengar omongan dan –mungkin– bualan dari teman anda, tapi hendaknya kita melangkah jauh untuk memberanikan diri menelaah sumber-sumber otentik madzhab Syi’ah. Pembaca akan mendapatkan apa yang tersembunyi dari madzhab Syi’ah Imamiyah, dan kami akan berusaha untuk menampilkan sumber otentik lengkap dengan nomor jilid dan halaman.

Telah kita bahas di atas bahwa keyakinan terhadap diubahnya Al-Qur’an adalah konsekwensi dari madzhab Syi’ah Imamiyah. Ulama Syi’ah klasik benar-benar menyadari hal ini, maka keyakinan tentang perubahan Al-Qur’an menjadi sebuah aksioma dalam madzhab Syi’ah –yang tidak bisa diganggu gugat–. Apa yang mendorong para ulama Syi’ah klasik memasukkan keyakinan ini sebagai aksioma? Karena mereka sadar bahwa menolak hal itu sama dengan menolak madzhab Syi’ah. Mari kita simak nukilan dari ulama klasik Syi’ah.

Pertama-tama, mari kita sadari bahwa riwayat dalam kitab literatur Syi’ah yang menggugat keotentikan Al-Qur’an hari ini mutawatir dan sangat banyak, sekali lagi, menurut ulama Syi’ah sendiri. Sebuah kenyataan yang membuat setiap muslim bersedih.

1. Al Mufid –Muhammad bin Nu’man– mengatakan:

“Banyak sekali hadits-hadits dari para Imam yang membawa petunjuk –A’immatil Huda– dari keluarga Nabi Muhammad SAW bahwa Al-Qur’an yang ada bukan lagi asli, juga memuat berita tentang orang-orang zhalim yang menambah dan mengurangi isi Al-Qur’an.” (Lihat: Awa’ilul Maqalat, hal. 91).

2. Abul Hasan Al-‘Amili mengatakan:

“Ketahuilah, bahwa kebenaran yang disimpulkan dari riwayat mutawatir yang akan dipaparkan kemudian, dan riwayat lain yang tidak kami jelaskan di sini, bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan kita saat itu, telah mengalami perubahan sepeninggal Rasulullah SAW. Para penulis Al-Qur’an sepeninggal Nabi SAW telah menghapus banyak ayat dan kata dari ayat Al-Qur’an.” (Muqaddimah kedua dari Tafsir Miraatul Anwar wa Mishkatul Asrar, hal. 36, dicetak sebagai pengantar bagi Tafsir Al-Burhan karya Al-Bahrani).

Nyata-nyata menuduh para sahabat telah menghapus banyak ayat Al-Qur’an. Nampak sekali bahwa yang tertuduh dalam hal ini adalah Ustman bin Affan, yang dikenal sebagai pemrakarsa penulisan Al-Qur’an, dan penyatuan bacaan Al-Qur’an bagi seluruh kaum Muslimin. Ini adalah kesimpulan ulama dari riwayat-riwayat yang dianggapnya mutawatir, jadi tidak lagi mengenal adanya “shahih” atau “dhaif”, karena sebuah kesimpulan hanya mewakili person penyimpulnya. Dengan pernyataan ini kita dapat mengambil kesimpulan juga, bahwa Abu Hasan Al-‘Amili tidak beriman pada Al-Qur’an yang ada saat ini. Dia telah kehilangan salah satu rukun Iman. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un…

3. Ni’matullah Al-Jaza’iri

Figur yang satu ini lebih memilih untuk percaya pada riwayat-riwayat mutawatir menurut versinya dari pada harus percaya kepada Kalam Ilahi yang terhimpun dalam Al-Qur’an. Katanya:

“Dengan menganggap Al-Qur’an yang ada sekarang ini adalah mutawatir dari wahyu ilahi, (artinya diriwayatkan secara mutawatir berasal dari Nabi yang menerima wahyu dari Allah), dan meyakini bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang ini adalah Al-Qur’an yang diturunkan oleh Ruhul Amin (Malaikat Jibril) mengandung konsekwensi penolakan terhadap riwayat yang banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir, yang menyatakan bahwa Al-Qur’an telah dirubah isinya, kalimatnya dan I’rabnya. Padahal ulama madzhab kami telah sepakat bahwa riwayat itu valid adanya dan mereka yakin pada isi riwayat itu.” (Al-Anwar An-Nu’maniyah, jilid. 2, hal. 357).

Kita lihat seluruh ulama Syi’ah sepakat menerima riwayat yang menggugat Al-Qur’an, yang menuduh Al-Qur’an kaum Muslimin saat ini telah dirubah, dan bukan asli lagi. Ini bukan lagi tuduhan, tetapi pernyataan dari ulama Syi’ah sendiri.

keyakinan di atas mengandung sekian banyak konsekwensi, di antaranya, menganggap kaum Muslimin yang berpegang pada Al-Qur’an yang ada saat ini adalah sesat, karena berpedoman pada kitab suci yang sudah dirubah oleh “tangan-tangan kotor”.

4. Al-Allamah Al-Hujjah Sayyid Adnan Al-Bahrani mengatakan:

“Riwayat tak terhitung banyaknya, yang menerangkan bahwa Al-Qur’an telah dirubah, sungguh banyak, melebihi derajat mutawatir.” (Masyariq Asy-Syumus Ad-Durriyah, hal. 126).

5. Sulthan Muhammad Al-Khurasani

Mengatakan dalam kitabnya, Tafsir Bayanus Sa’adah fi Maqamatil Ibadah, cet. Muassasah Al-A’lami hal. 19.

6. Begitu juga Husein Nuri At-Thabrasi, yang getol menyatakan Al-Qur’an telah dirubah, sampai-sampai dia menulis sebuah kitab yang diberi judul Fashlul Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab (Pemutus ucapan, pembuktian bahwa kitab Allah telah dirubah). Kita simak ucapannya dalam kitab di atas hal. 227:

“Hadits yang memuat hal itu (perubahan Al-Qur’an) berjumlah lebih dari 2000 hadits, sejumlah ulama besar menyatakan banyaknya riwayat yang menyatakan hal itu, seperti Al-Mufid, Al-Muhaqqiq Ad-Damad, Al-Majlisi dan lainnya.”

7. Muhammad Baqir Al-Majlisi

Ketika membahas hadits riwayat Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam; “Sesungguhnya Al-Qur’an yang diturunkan oleh Jibril ‘Alaihis salam kepada Muhammad SAW ada 17.000 ayat. Al-Majlisi mengomentari riwayat ini: (riwayat ini) dipercaya, dalam cetakan lain tertulis Hisyam bin Salim di posisi Harun bin Salim. Riwayat ini shahih, seperti sudah diketahui bahwa riwayat ini juga banyak riwayat shahih yang menerangkan dengan jelas bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini telah dikurangi dan diubah, bagi saya hadits-hadits yang menyatakan perubahan Al-Qur’an mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Menolak riwayat ini mengharuskan kita untuk menolak seluruh riwayat (hadits Ahlulbait). Saya kira hadits yang mengatakan hal ini (perubahan Al-Qur’an) tidak kalah banyak dari riwayat hadits yang membahas Imamah, bagaimana masalah Imamah bisa dibuktikan dengan riwayat?.” (Mir’atul Uqul, jilid. 12, hal. 525).

Maksudnya, bagaimana masalah Imamah bisa didasarkan dari dalil riwayat Ahlul Bait jika riwayat mengenai perubahan Al-Qur’an ditolak? Karena kitab-kitab yang memuat riwayat dari para Imam Ahlul Bait, yang dijadikan rujukan bagi madzhab Imamiyah (tentang Imamah dan nash) juga memuat riwayat tentang perubahan Al-Qur’an. Maka Syi’ah tidak dapat mengingkari riwayat tentang perubahan Al-Qur’an, karena mengingkari riwayat perubahan Al-Qur’an berarti menolak riwayat tentang Imamah dan penunjukan para Imam, menolak riwayat mengenai Imamah berarti menggugurkan madzhab Syi’ah, karena madzhab Syi’ah Imamiyah hanya bersandar pada riwayat-riwayat dari Ahlul Bait mengenai Imamah. Berarti konsekwensi dari mengimani prinsip Imamah dalam Syi’ah adalah percaya terhadap perubahan Al-Qur’an. Ini berarti seluruh umat Syi’ah wajib meyakini perubahan dan pengurangan Al-Qur’an, jika masih ingin meyakini Imamah.

Perhatikan lagi pernyataan Al-Majlisi, yang menjelaskan bahwa menolak riwayat tentang perubahan Al-Qur’an berarti menolak seluruh hadits dan riwayat Syi’ah. Bersambung Insya Allah…

http://www.syiahindonesia.com/