Minggu, 19 Februari 2012

Mengapa Memilih Manhaj Salaf (II)

Diantara nama lainya yaitu

2. AL-GHURABA’
Pembahasan tentang Al-Ghuraba dapat dijabarkan dari beberapa sisi :
Pertama
Hadts-hadits yang menerangkan keterasingan Islam.

  • Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.“Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba)” [Diriwayatkan oleh Muslim 2/175-176 -An-Nawawiy]

  • Hadits Abdillah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu belaiu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) beliau berkata : Ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab : Orang yang menjauhi kabilah-kabilah” [Hadits Lemah : Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab saya : Thubaa Lilghuraba' No.1]

Dan dalam riwayat lain :
“Artinya : Orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak” [Shahih, sebagaimana dalam referensi terdahulu No. 1]
  • Hadits Abdillah bin Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah. “Artinya : Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, mereka berlindung diantara dua masjid sebagaimana ular berlindung dalam lubangnya” [Diriwayatkan oleh Muslim 2/76 -An-Nawawiy]

  • Hadist Abdillah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah pada suatu hari dan kami bersama beliau. “Artinya : Beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba) ditanya Rasulullah siapakah Al-Ghuraba itu ? Beliau menjawab orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak daripada mentaatinya” [Hadits Shahih karena banyak jalan periwayatannya sebagaimana telah kami jelaskan dalam kitab Thubaa Lilghuraba (3)]

  • Dan dalam riwayat yang lain. “Artinya : Orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kiamat bersama Isa bin Maryam” [Hadits lemah sebagaimana dalam refensi diatas (3)]

  • Hadits Ibnu Abbas6 dan Anas bin Malik7 semisal dengan hadits Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.

  • Hadits Jaabir bin Abdillah8 dan Sahal bin Saad9 seperti hadits Ibnu Mas’ud dalam riwayat yang kedua.

  • Hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu ‘anhu beliau telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Sesunguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing (Al-Ghuraba), ada yang bertanya : Wahai Rasulullahj siapakah Al-Ghuraba itu ? Belaiu menjawab : Orang-orang yang berbuat kebaikan ketika manusia rusak dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sesunguhnya iman akan mengalir kembali ke Madinah sebagaimana mengalirnya air banjir, dan demi dzat yang jiwaku ada ditanganNya sungguh Islam akan kembali ke daerah dua masjid sebagaimana ular kembali berlindung ke lubangnya” [Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (10) dan hadits ini memiliki jalan periwayatan lain yang shahih dengan lafadz yang berbeda]

  • Hadits Saad bin Abi Waqash seperti hadits Abdurrahman bin Sannah Radhiyallahu ‘anhu [Shahih lihat referensi diatas]

  • Hadits Amru bin Auf Al-Muzaaniy Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda . “Artinya : Sesungguhnya agama ini akan kembali ke Hijaz sebagaimana kembalinya ular ke lubangnya dan agama ini terikat di Hijaz sebagaimana terikatnya domba di puncak gunung, sesungguhnya agama ini dimulai dengan keterasingan dan akan kembali asing maka beruntunglah Al-Ghuraba yaitu orang-orang yang memperbaiki apa yang telah merusak orang-orang setelahku pada sunnahku” [Hadits lemah sekali]

Kesimpulannya, hadits-hadits Al-Ghuraba ini adalah mutawatir sebagaimana disebutkan oleh Imam Suyuthiy dalam kitabnya Tadribur Rawiy (2/180) As-Sakhawiy dalam kitabnya Al-Maqaasidul Hasanah hal.114, Al-Ghumariy dalam komentarnya terhadap kitab Al- Maqaashidul Hasanah hal.114 dan Al-Kataaniy dalam kitabnya Nadzmul Mutanatsir hal. 33-34

Kedua

Tafsir Kata Al-Ghuraba’

Tambahan-tambahan lafadz yang menafsirkan kata Al-Ghuraba telah saya jelaskan satu persatu dan sekarang saya satukan untuk mendapatkan kesimpulan darinya.

An-Nujjaa’i minal al-qobaaili [orang yang menjauhi kabilah-kabilah]

Tidak saya dapatkan lafadz ini kecuali dalam hadits Abdillah bin Mas’ud dan itu hadits yang lemah, karena semua jalannya berkisar pada Abu Ishaaq As-Sabi’iy dan beliau seorang mudalis dan mukhtalath.

Al-Ladzina yuslihuuna idzaa fasada an-nas [ orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak] Lafadz ini ada pada hadits Abdillah bin Mas’ud dengan sanad periwayatan yang shahih, hadits Abi Hurairah dengan sanad periwayatan yang ada padanya Bakr bin Saliim ASh-Showaaf dan belaiu perawi yang lemah akan tetapi masih mu’tabar dan dari jalan beliau juga dalam hadits Shal bin Saad As-Saa’idiy, hadits Abdurrahman bin Sannah dengan sanad yang ada padanya Ishaaq bin Abdillah bin Abi Farwah dan beliau ini matruk, hadits Saad bin Abi Waqqaash dengan sanad periwayatan yang shahih dan dalam hadits mursal Yahya bin Said dengan sanad periwayatan yang lemah, degan demikian tampaklah bahwa lafadz hadits ini shahih dan masyhur.

An-naasun shalihuuna fii unaasi suu’i kastirin man ya’shi’him aktsaru mimman yuthii’uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya] Lafadz tambahan dari hadits tersebut ada pada hadits Abdillah bin Amr bin Al-Ash dari riwayatnya shahih. Sedangkan As-Subkiy telah melakukan kesalahan karena menyebutkannya pada bab yang berisi kumpulan hadits-hadits yang tidak ada asalnya dalam kitab Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Thabaqaatusy Syafi’iyah 4/145 dan ini merupakan kesalahan yang besar apalagi hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dam Musnadnya.

Humul mutamasikuuna bimaaa antum ‘alaihi [mereka orang-orang yang berpegang teguh dengan apa yang telah kalian miliki]

Al-Ghozali menyebutkannya dalam kitab Ihya Ulumuddin 1/38 dan dikomentari oleh Al-Iraaqiy dengan berkata : Dia sampaikan dalam mensifatkan Al-Ghuraba’ dan saya tidak mengetahui asalnya. Demikian juga As-Subkiy memasukkannya kedalam hadits-hadits yang tidak ada asalnya yang terdapat dalam Ihya Ulumuddin dalam tulisan beliau tentang biografi Abu Hamid Al-Ghozaliy dalam kitab Tabaqaatusy Syafi’iyah 4/145.

Al-farroruuna bidinihim yab’atsaahumu Allahu yauma al-qiyaaamati ma’a ‘isaa ibni maryam [orang-orang yang lari mengasingkan diri bersama agamanya yang Allah akan membangkitkan mereka pada hari kaiamat bersama Isa bin Maryam]

Ada dalam hadits Abdullah bin Amru bin Al-Ash dengan sanad periwayatan yang lemah.

Al-Ladziina yushlihuuna maa afasada an-naasu min ba’dii fii sunnatii [orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak orang-orang setelahku pada sunnahku] Ada dalam hadits Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari kakeknya dan itu sangat lemah sekali.

Al-ladzina yajiiduuna idzaa naqasao an-naasu [orang-orang yang menambah ketika manusia menguranginya] Ada dalam hadits Al-Muthalib bin Hanthab secara mursal.

Qolu yaa Rasulullah kaifa yakuunu ghoribaa ? qola kamaa yuqolu lilrijuli fii hayi kadzaa wa kadza innahu laghoriiban [mereka bertanya ; wahai Rasulullah bagaimana akan menjadi asing ? Beliau menjawab : sebagaimana dikatakan pada seseorang di perkampungan ini dan itu sesungguhnya dia seorang yang asing] Ada pada hadits Al-Hasan Al-Bashri secara mursal.

Waladziina yumassikuuna bikitaabi Allahi hiina yutraku wa ya’maluuna bilsunnati hiyna tuthfa’u [orang-orang yang berpegang teguh kepada kitabullah ketika ditinggalkan dan beramal dengan sunnah ketika dipadamkan] Ada dalam hadits Bakar bin Amru Al-Mu’aafiriy secara mu’dhol.

Laayumaajuuna fiidiin Allahi walaa yakaffaruuna ahlal al-qiblah bidanbin [tidak berdijadl dalam agama dan tidak mengkafirkan ahlil kiblat karena dosanya] Ada dalam hadits Abi Darda, Anas dan Waatsilah yang semuanya diriwayatkan dengan sanad yang lemah sekali.

Kesimpulannya.

Tidak ada yang shahih dalam tafsir Al-Ghuraba’ kecuali dua tafsir yang marfu’ yaitu :
  • Al-Ladziina yuslihuuna idzaa fasada an-nasu [orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak]
  • Annasun sholihuuna fi unaasi suu’in katsirin man ya’shiihim aktsaru mimman yuthii’uhu [orang-orang shalih diantara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaatinya]

3. AHLIL HADITS

Pembahasan “Ahil Hadits” dilihat dari beberapa sisi :

Pertama.
Kesepakatan ahlil ilmu dan iman dalam menafsirkan Al-Firqayun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Masnhurah dengan Ahlil Hadits.

Ketahuilah wahai pencari kebenaran, sesungguhnya para Ulama telah bersepakat pendapat bahwa Ahlil Hadits adalah Ath-Thoifah Al-Manshurah dan Al-Firqatun Najiyah.

Disini saya paparkan di hadapanmu sejumlah besar dari mereka sehingga kamu tidak akan mendapatkan jalan kecuali mengikuti jalan mereka dan meniti jejak langkah mereka serta mengikuti pemahaman mereka. Karena merekalah pembawa agama Rabb semesta alam yaitu orang-orang yang berbicara dengan apa yang disampaikan Al-Kitab dan menegakkan apa yang ditegakkan oleh As-Sunnah. Barangsiapa yang tidak mengikuti jalan mereka berarti telah memperbodoh diri mereka sendiri.

Abdullah bin Al-Mubaarok, wafat tahun 181H

Ali bin Almadiniy, wafat tahun 234H

Hammad bin Hambal, wafat tahun 241H

Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy, wafat tahun 256H

Ahmad bin Sinaan, wafat tahun 258H

Abdullah bin Muslim, wafat tahun 267H

Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, wafat tahun 276H

Muhammad bin Hibban, wafat tahun 354H

Muhammad bin Al-Husein Al-Ajuriy, wafat tahun 360H

Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An-Naisaaburiy, wafat tahun 405H

Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khotib An-Naisaaburiy, wafat tahun 463H

Al-Husein bin Mas’ud Al-Baghawiy, wafat tahun 516H

Abdurrahman bin Al-Jauziy, wafat tahun 597H

Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawiy, wafat tahun 676H

Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah Syaikhul Islam, wafat tahun 728H

Ishaaq bin Ibarahim Asy-Syaatibiy, wafat ahun 790H

Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqaalaaniy, wafat tahun 881H10

Semua iman-imam tersebut -dan yang lainnya pun banyak- telah menegaskan bahwa Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah Ahlil Hadits dan tidaklah tersesat orang yang mengambil teladan perkataan dan meniti jejak langkah mereka. Bagaimana tidak, sedang mereka adalah satu kaum yang tidak memcelakakan orang-orang yang duduk bersamanya.

An-Nawawiy telah menukilkan kesepakatan ahli ilmu dalam hal ini dalam kitabnya Tahdzib Al-Asma’ wal Lughat, lalu berkata ; padahal mereka sendiri memiliki keutamaan yang besar dan dalam menjaga ilmu merupakan bukti kebesaran, sehingga dalam Shahihain diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.”Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina”

Seluruh ulama atau mayoritasnya berpendapat bahwa mereka adalah pemikul ilmu.

Kedua.

Siapakah Salaf Ahli Hadits ?

Mereka adalah orang yang berjalan di atas manhaj para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah serta mendahulukannya atas sekalian pendapat baik dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik atau perkara apa saja dari perkara-perkara kehidupan yang kecil ataupun yang besar.

Dan mereka adalah orang-orang yang komitmen (kokoh pendiriannya) dalam pokok-pokok agama dan cabangnya di atas wahyu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada hamba dan RasulNya serta orang pilihan dari makhlukNya Muhammad bin Abdillah.

Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan dakwah kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, -baik perkataan, amalan maupun perbuatan- dengan segala kesungguhan, tekad, jujur dan istiqomah.

Merekalah orang-orang yang menghunus pedang ilmu dan menegakkan kebenaran yang telah asing sebagai upaya untuk menghilangkan penyimpangan orang-orang yang keterlaluan, ajaran orang-orang yang sesat dan ta’wilnya orang-orang bodoh dari agama dan pemeluknya.

Mereka orang-orang yang berjihad menhadapi semua kelompok-kelompok yang telah menyimpang dari manhaj para sahabat baik dia itu Mu’tazilah atau Khawarij atau Syi’ah Rafidhah atau Murji’ah atau Shufiyah atau Bathiniyah dan semua orang yang menimpang dari petunjuk dan mengikuti hawa nafsu pada setiap zaman dan tempat tidaklah mereka menghiraukan celaan orang yang mencela dalam hal itu.

Merekalah orang-orang yang bergerak mewujudkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [Ali-Imron : 103]

Merekalah orang-orang yang mempraktekkan firman Allah Subhnahu wa Ta’ala :

“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” [An-Nur : 63]


Dan firman-Nya.
“Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka” [Al-Ahzab : 36]

Sehingga mereka menjadi orang yang paling jauh dari menyelisihi perintah Allah Subhnahu wa Ta’ala dan RasulNya dan menjadi orang yang paling jauh dari fitnah-fitnah yang tampak atau yang tidak tampak.

Merkalah orang-orang yang menjadikan jalan hidup mereka.

“Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisaa : 65]

Sehingga mereka mengagungkan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah dengan benar dan mengedepankannya atas semua perkataan manusia, berhukum kepadanya dengan penuh keridhoan dan kelapangan dada tanpa ada kesempitan dan keengganan. Mereka berserah diri penuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan semua sisi kehidupan mereka.

Salaf Ahli Hadits dengan makna ini sangat luas cakupannya, sampai mencakup ribuan para Ulama amilin (yang beramal dengan ilmunya) yang telah termuat nama-nama mereka di dalam catatan sejarah dan buku-buku telah penuh dalam menyebut mereka. Mereka telah mengangkat kejayaan zaman dengan ilmu, keutamaan dan amal mereka.

Barangsiapa yang ingin mengetahui hakekatnya tidak ada pilihan baginya kecuali kembali kepada buku-buku dan karya-karya yang ada, dan disini saya jelaskan tingkatan-tingkatan mereka (thabaqat mereka) :

Mereka para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya yang telah beriman, melihat beliau dan mati dalam keadaan Islam, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Khulafa’ur Rasyidin, kemudian sepuluh orang yang telah dipersaksikan sebagai ahli syurga.

Mereka tokoh-tokoh tabi’in, diantara tokoh-tokoh mereka Uwais Al-Qorniy, Said bin Al-Musayyib, Urwah bin Az-Zubair, Saalim bin Abdillah bin Umar, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud, Muhammad bin Al-Hanafiyah, Ali bin Al-Hasan Zainal Abidin, Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, Al-Hasan Al-Bashriy, Muhammad bin Sirin, Umar bin Abil Aziz dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.

Mereka Atbaut Tabi’in, diantara mereka tokoh-tokoh mereka Malik bin Anas, Al-Auzza’iy, Sufyan Ats-Tsauriy, Sufyan bin Uyainah Al-Hilaliy dan Al-Laits bin Saad.

Kemudian orang yang mengikuti mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Abdullah bin Al-Mubaarok, Waki’, Asy-Syafi’i, Abdurrahman bin Mahdiy dan Yahya bin Said Al-Qathan.

Kemudian para murid mereka yang mengikuti manhaj mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in dan Ali bin Al-Madiniy.

Kemudian murid-murid mereka, diantara tokoh-tokoh mereka Al-Bukhariy, Muslim, Abu Hatim, Abu Zur’ah, At-Tirmidiziy, Abu Daud dan An-Nasa’i.

Kemudian orang-orang yang berjalan dengan jalan mereka selanjutnya dari generasi-generasi yang menyusul mereka seperti Ibnu Jarir Ath-Thabariy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah Ad-Dainuriy, Al-Khatib Al-Baghdadiy, Ibnu Abdil Barr An-Namiriy, Abdul Ghaniy Al-Maqdisiy, Ibnu Ash-Sholaah, Ibnu Taimiyah, Al-Mizziy, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabiy, Ibnul Qayim Al-Jauziyah dan Ibnu Rajab Al-Hambaliy.

Kemudian orang yang menyusul dan mengikuti jejak langkah mereka dalam bepegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan memahaminya dengan pemahaman para sahabat sampai tegaknya hari kiamat dan orang yang terkahir dari mereka memerangi Dajjal. Mereka inilah yang kami maksudkan dengan As-Salaf Ahlul Hadits.

Dan tidak diragukan lagi bahwa penisbatan ini tidak dianggap benar kecuali kalau amalan orang yang mengakunya sesuai dengan manhaj Nabi.

Apakah terbayangkan dalam pikiran seorang yang berakal bahwa penisbatan ini adalah omong kosong ? atau diragukan ? atau ada tapi sekedar pengakuan ? atau tidak jelas manhajnya tergantung hawa nafsu pengikutnya.

Pensibatan ini megharuskan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya untuk benar-benar ber-Islam sebagai bukti kebenaran pengakuannya sehingga pengakuannya betul-betul benar. Siapapun juga di sepanjang kurun waktu dan pergantian generasi yang ada tidak akan benar penisbatannya kepada Ahlul Hadits ini kecuali dia bersesuaian dengan manhaj nabawi dalam aqidah, suluk dan ibadahnya dan tidak mengerjakannya kecuali dari itu dan tidak tunduk kecuali kepadanya sampai dia menjumpai Rabbnya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Ibnu Taimiyah yang telah mejelaskan seluruhnya dalam kata-kata yang indah dalam Majmu’ Fatawa 4/95, beliau berkata : Dan kami tidak memaksudkan dengan Ahlul Hadits hanya terbatas pada mendengar, menulis atau meriwayatkan hadits akan tetapi kami maksudkan dengan mereka adalah setiap orang yang benar-benar menjaga hadits, mengenal dan memahaminya serta mengikutinya secara lahir dan batin, dan demikian juga Ahlul Qur’an. Mereka paling tidak memilki sifat mencintai Al-Qur’an dan As-Sunnah, meneliti dan mengenal makna-maknanya serta beramal dengan apa yang telah mereka ketahui dari konsekwensi-konsekwensinya, sehingga Ahlul Fiqih dari Ahlul Hadits lebih mengetahui Rasulullah dari Ahlul Fiqih lainnya, shufinya [2] mereka lebih mencontoh Rasulullah dari pada shufi-shufi yang lainnya dan para penguasa mereka lebih pantas berpolitik nabawi daripada yang lainnya serta orang awam mereka lebih loyal (wala’) kepada Rasulllah dari yang lainnya.

Ketiga

Peringatan dan Catatan Penting

Jika ditanya : Mengapa mereka tidak menisbatkan diri kepada Al-Qur’an, sehingga dikatakan Ahlul Qur’an ?

Jawabannya : Belumkah kamu mendengar perkataan Al-Alamah Abul Qaasim Habatullah bin Al-Hasan Al-Laalika’iy yang wafat tahun 418H dalam kitabnya Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah 1/23 – 25 : Kemudian siapa saja yang berkeyakinan dengan satu madzhab tertentu maka dia akan menisbatkannya kepada pencetus madzhab yang mencetuskannya dan akan bersandar kepada pendapatnya kecuali Ahlul Hadits karena pencetusnya adalah Rasulullah, sehingga mereka menisbatkan diri kepadanya, bersandar kepada ilmunya, mengambil dalil dengannya, mengembalikan permasalahan kepadanya, mencontoh pendapatnya dan mereka bangga dengan hal itu serta memerangi musuh-musuh sunnah yang mendekatinya.


Maka siapakah yang dapat menyamai mereka dalam gelar yang terhormat ini dan mengalahkan mereka dalam kebanggaan dan ketinggian nama ini ? Karena nama mereka diambil dari makna-makna Al-Kitab dan As-Sunnah yang mencakup keduanya, karena merekalah yang mewujudkannya atau karena keistimewaan mereka dengan mengambilnya, mereka berada dalam penisbatan mereka ini diantara sebutan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik” [Az-Zumar : 23]

(Yaitu) Al-Qur’an karena mereka adalah pengemban Al-Qur’an, pengikut, penghapal dan penjaganya dan bergabungnya mereka kepada Hadits Rasulullah karena merekalah penyampai dan pengembannya, maka tidak diragukan bahwa mereka berhak dengan nama ini karena dua makna ini ada pada mereka.

Hal itu karena kita telah menyaksikan bahwa menusia mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah dari mereka dan bersandar dalam meneliti keabsahan keduanya kepada mereka dan kita tidak mendengar dari abad-abad yang telah lalu dan tidak kita lihat pada zaman kita ini seorang ahlul bid’ah yang menjadi tokoh pimpinan dalam menghapalkan Al-Qur’an dan dipegangi manusia dalam satu masa dari zaman-zaman yang ada dan tidak berkibar panji untuk seorang dari mereka dalam riwayat hadits Rasulullah dalam masa-masa yang telah lalu serta tidak ada seorangpun yang mencontoh mereka dalam agama dan tidak pula dalam satu riwayat dari syariat-syariat Islam11

Dan segala puji hanya bagi Allah yang telah menyempurnakan cahaya Islam untuk kelompok ini dan memuliakan mereka dengan persatuan serta memberi keistimewaan kepada mereka dan menunjuki mereka ke jalanNya dan jalan RasulNya, dialah Ath-Thaifah Al-Manshurah, Al-Firqatun Najiyah, Ushbatul Haadiyah dan Jama’ah yang adil yang berpegang teguh kepada As-Sunnah yang tidak menginginkan yang lain sebagai pengganti Rasul.

Dan berpaling darinya demikian juga perubahan keadaan tidak merubah pendirian mereka dan tidak pula kebid’ahan orang yang menjadikan Islam untuk menghalangi jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menginginkannya bengkok serta memalingkan jalannya dengan jidal (perdebatan).


Dan senjata menurut prasangka dusta dan perkiraan batil darinya, dia dapat memadamkan cahaya (agama) Allah Subhanahu wa Ta’ala sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan cahaNya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Pembicaraan tentang hal ini ditinjau dari beberapa sisi :

Pertama :

Sebab Penamaan ini.
Syaikhul Islam di Majmu’ Fatawa 3/157 dalam menjelaskan hal ini : Kemudian termasuk jalannya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah mengikuti jejak langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara lahir dan batin dan mengikuti jalnnya As-Sabiqunal Awalun (orang-orang pertama yang masuk Islam) dari kalangan kaum muhajirin dan Anshor serta mengikuti wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersabda.

“Artinya : Maka berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah para Khalifah Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi graham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru (yang diada-adakan) karena hal itu adalah kebid’ahan dan setiap kebid’ahan adalah kesesatan”

Dan mereka mengetahui bahwa sebenar-benarnya kalam adalah kalamullah dan sebaik-baiknya contoh teladan adalah contoh teladan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendahulukan kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kalam selainNya dari semua jenis manusia dan mengedepankan contoh teladan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang lainnya, dengan demikian mereka dinamakan Ahlul Kitab dan Sunnah.

Dinamakan Ahlul Jama’ah karena Jama’ah bermakna berkumpul dan lawannya berpecah belah walaupun kata jama’ah akhirnya menjadi untuk satu kaum yang berkumpul ijma’ (konsensus) merupakan pokok ketiga yang menjadi sandaran ilmu dan agama.

Mereka menimbang dengan ketiga pokok ini semua ucapan dan amalan manusia baik lahir maupun batin dari hal-hal yang berhubungan dengan agama. Ijma’ yang otentik adalah yang ada padanya As-Salaf Ash-Sholih, karena setelah mereka terjadi banyak perselisihan dan umatpun telah bertebaran.

Lalu beliaupun menjelaskan dalam kitabnya Minhajus Sunnah bahwa madzhab mereka (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) telah ada sejak lama dan sudah dikenal sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad, karena dia adalah madzhabnya para sahabat yang telah mengambilnya dari Nabi mereka, dan siapa yang menyelisihi hal itu maka dianggap ahlil bid’ah menurut Ahlus Sunnah.

Kemudian beliau menjelaskan sebab penisbatan Ahlus Sunnah wal Jama’ah kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dengan berkata : Dan Ahmad bin Hanbal walaupun sudah terkenal sebab imam Ahlus Sunnah dan kesabarannya dalam ujian, tidaklah itu semua karena diia besendirian dalam pendapat tersebut atau mencetuskan satu pendapat yang baru akan tetapi karena As-Sunnah sudah ada dan terkenal sebelumnya yang beliau ketahui dan dakwahkan seta bersabar dalam ujian yang menimpanya serta tidak menyempal darinya.

Kedua :

Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-manshurah serta Ahlil Hadits.

Berkata Syaikhhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 3/129 : Amma ba’du, inilah aqidah Al-Firqatun Najiyah Al-Manshurah sampai tegaknya hari kiamat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan berkata dalam tempat yang lain 3/159 : Dan jalan mereka adalah agama Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus dengannya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkahabarkan bahwa : Umatnya akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di nereka kecuali satu yaitu Al-Jama’ah dan dalam hadits yang lain beliau bersabda : mereka adalah yang berada seperti yang aku dan para sahabatku ada sekarang, maka jadilah orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam yang murni dan bersih dari campuran adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada pada mereka orang-orang Shiddiq, syuhada dan orang-orang shalih dan dari mereka-mereka ini terdapat para tokoh-tokoh Ulama dan pelita umat yang memiliki kebesaran dan keutamaan yang terkenal serta ada pada mereka Al-Abdaal yaitu para imam yang telah disepakati kaum muslimin dalam petunjuk dan ilmu mereka.

Merekalah Ath-Thaifah Al-Manshurah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Senantiasa ada dari umatku sekelomok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datangnya hari kiamat”

Kita memohon kepada Allah yang Maha Agung untuk menjadikan kita termasuk dari mereka dan untuk tidak menyesatkan hati-hati kita setelah mendapat petunjuk serta menganugrahkan kita rahmat dariNya karena Dia adalah Al-Wahaab (yang Maha Pemberi). Wallahu a’lam.

Dan berkata juga dalam 3/345 : Oleh karena itu Al-Firqatun Najiyah disifatkan sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka adalah mayoritas terbesar dan As-Sawadullah Al-A’zham.

Berkata lagi beliau 3/347 : Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang paling berhak dijadikan sebagai Al-Firqatun Najiyah adalah Ahlul Hadits dan As-Sunnah yang tidak memiliki satu tokohpun yang diikuti secara fanatik kecuali Rasulullah sedangkan mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui ucapan dan perbuatan Rasulullah, yang paling dapat membedakan yang shahih dan yang lemah dari hal tersebut sehingga para imam mereka adalah orang-orang yang faqih dan paling mengenal makna hadits-hadits tersebut dan paling mengikutinya secara keyakinan, amalan, kecintaan dan memberi loyalitas kepada orang-orang yang memiliki loyalitas kepadanya dan membenci orang yang membencinya.

Merekalah orang-orang yang mengembalikan perkataan-perkataan yang tidak pasti kepada apa yang ada di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah sehingga mereka tidak menetapkan satu perkataan lalu menjadikannya termasuk pokok-pokok agama dan pendapat mereka jika tidak ada ketetapannya pada apa yang telah dibawa Rasulullah bahkan menjadikan semua yang dibawa Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Al-Kitab dan As-Sunnah sebagai pokok (sumber) yang mereka yakini dan sandari.

Ketiga :

Antara Ahlus-Sunnah Wal Jamaah dan Salafiyah

Banyak dari kalangan kelompok Ahlul Bid’ah dan golongan-golongan sesat yang menggunakan nama Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah untuk menyimpangkan orang-orang awam dari dari kaum muslimin dari fitrah mereka.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatwa 3/346 “Banyak orang-orang menyebutkan tentang golongan-golongan ini dengan hukum prasangka dan hawa nafsu lalu menjadikan kelompoknya dan orang yang menisbatkan dirinya dan memberikan loyalitas kepada tokoh pemimpin yang diikutinya adalah ahlus-Sunnah Wal Jama’ah dan menjadikan orang-orang yang mnyelisihinya sebagai Ahlul Bid’ah, hal ini merupakan kesesatan yang nyata, karena ahlul Haq was-Sunnah Wal Jama’ah tidak punya panutan kecuali Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi wasalam “.

Sebagian mereka memasukan kelompok Asyariyah sebagai bagian dari Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Qahir bin Thoohir Al Baghdadiy wafat tahun 429 H dalam Al Farqu Bainal Firaq hal.313, dalam perkataannya :”Ketahuilah semoga Allah subhanuhu Wa Ta’ala memberikan kebahagian kepada kalian -Sesungguhnya ahlus-Sunnah Wal Jama’ah ada delapan kelompok :

Sekelompok mereka memiliki ilmu tentang bab-bab pembahasan tauhid dan nubuwah, hukum-hukum Alwa’ wal Wa’id, pahala dan dosa, syarat-syarat ijtihad, keimamahan dan kepemimpinan dan mereka ini berjalan pada bidang dari ilmu ini jalannya saufatiyah (orang yang menetapkan sifat) dari kalangan ahlil kalam yang berlepas diri dari Tasybih dan Ta’thil dan dari kebida’han Rafidhoh, Khawarij, Jahmiyah dan An-Najariyah dan seluruh ahli hawa yang sesat.

Sebagian mutaakhirin menyangka bahwa umat Islam telah menyerahkan kepemimpinannya dalam masalah aqidah kepada Asy’ariyah dan Maturidiyah, berkata Sa’id hawa dalam kitab Jaulatun Fil Fiqhaini hal. 22, 66, 81 dan 90 : ” Dan umat ini telah menyerahkan permasalahan i’tiqad kepada dua orang yaitu Abul Hasan Al-Asy’ariy dan Abu Manshur Al Maturidiy” dan berkata Azzabidiy dalam kitab Ithaafis Saadatil Muttaqiin (2/6):” Jika disebutkan Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah yang dimaksud adalah Asy’ariy dan Maturidiyah…”

Akhirnya istilah Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah telah menjadi longgar yang masuk padanya orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam aqidah khususnya masalah sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, oleh karena itu sepatutnya menggunakan kata Salafiyah untuk menunjukan Al-Firqatun-Najiyah, Ath-Thoifah Al Manshurah, Al-Ghuraba dan Ahlil Hadits.

Sebagian Dai yang tetap terus menggunakan kata Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah berkata : Apa pendapatmu jika ada beberapa kaum lalu mengaku Salafiyah sedang mereka dari kelompok-kelompok yang menyimpang, apakah kamu akan meninggalakan kata Salafiyah dan menggantinya dengan yang lain ?

Jawabannya dari beberapa sisi:

Anggapan ini menghasilkan mata rantai yang tidak ada ujungnya. maka hal itu bathil.

Ini merupakan anggapan (hipotesa) pada permasalahan yang belum terjadi lagi sedangkan para Salaf membenci pertanyaan tentang perkara-perkara yang dianggaop ada dan masalah-masalah khayalan pemikiran.

Klaim (pengakuan) kelompok-kelompok ini yang belum kita lihat dan belum kita dengar terhadap manhaj Salaf merupakan benturan terhadap pemikiran-pemikiran mereka karena manhaj Salaf mengharuskan pengikutnya untuk mengikuti jalannya para sahabat, hal ini tampak jelas dengan keterangan berikut :

Semua kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada Ahlus-sunnah wal Jama’ah tidak ada yang berani mengatakan : Saya Salafiy.

Kelompok-kelompok yang terkenal dengan kebidahannya tidak ada yang mengaku bermadzhab Salaf dan mengikutiajarannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu Faatwa 4/155 : ” Yang dimaksud disini bahwa kelompok-kelompok yang terkenal diantara Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah yang memiliki kebidahan sesungguhnya tidaklah mengikuti ajaran Salaf, apalagi kelompok ahlul bid’ah yang termasyhur yaitu Rafidah, sampai-sampai orang awam tidak mengenal syiar kebidahan kecuali Rafidhah, sedangkan sunniy dalam istilah mereka adalah orang yang tidak syiah dan demikianlah karena mereka paling menyelisihi hadits-hadits nabi dan makna Al-Qur’an dan yang paling mencela Salaf umat ini dan para imamnya serta melecehkan mayoritas umat dari macam-macam kelompok, sehingga ketika mereka semakin jauh dari mengikuti salaf maka yang paling masyhur dalam kebid’ahan. Sehingga diketahui bahwa syiar ahlul bid’ah adalah tidak mengikuti ajaran mengikuti salaf, oleh karena itu berkata Imam Ahmad dalam Risalah Abdus bin Malik : Ushul As-Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang difahami para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian berkata lagi (4/156) : “Adapun (anggapan) ajaran salaf termasuk menjadi syi’ar Ahlul Bid’ah maka itu satu kebatilan karena hal itu tidak mungkin kecuali ketika kebodohan meraja lela dan ilmu sedikit”.

Oleh karena itu kita berbahagia dari balik keterus terangan ini sebagai langkah awal kepada dakwah Salafiyah yang tegak diatas Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih untuk memasukkan kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada imam yang empat dalam fiqih (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad (pent)) kedalam ruang lingkup Ahlus Sunnah Wal Jama’ah…Sedangkan yang tersembunyi biarlah sembunyi.

Kalau ada yang mengatakan : “Ini tidak terbesit dalam pikiran kami, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui keadaan kita”.

Saya jawab : Alanglah pasnya ucapan penyair.

Jika kamu tidak tahu maka itu satu musibah

tau kamu tahu maka musibahnya lebih besar.

Seandainya bukan karena kitab ini kitab dasar sungguh saya akan panjang lebarkan dalam perinciannya.

Disalin dari kitab “Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy”, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly.

1. Diriwayatkan oleh Al-Kahtib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal.73 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya diriwayatkan oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.102. Saya berkata : Sanadnya shahih.

2. Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal. 73-74 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ” Ulumil Hadits hal.4 dan Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf hal. 104. Saya berkata :Sanadnya Shahih

3. Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ahshabil Hadits hal. 74 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya, diriwayatkan oleh Ashhabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.103 dan Ibnul Jauziy dalam Manaqib Ahmad hal. 180 serta Abu Ya’la dalam Thabaqatul Hanabilah 1/38. Saya berkata : Sanadnya Shahih

4. Disebutkan oleh Abu Hatim dalam tulisannya Ushul Assunnah wa I’tiqaad Addin yang dicetak dalam majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah edisi bulan Ramadhan tahun 1403 dan diriwayatkan juga oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatussalaf hal. 105 dan Allaalikaiy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah 2/179. Saya berkata :Sanadnya Shahih

5. Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Al-Kifayah hal.48 dan selainnya. Saya berkata : Dan dia shohih

6. Hadits lemah sebagaimana dalam refernsi diatas (4)

7. Hadits shahih dengan banyaknya jalan periwayatan sebagaimana dalam refernsi diatas (9)

8. Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (7)

9. Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (8)

10.Telah saya paparkan perkataan-perkataan mereka dengan disertai referensinya dalam kitab saya Al-Alaali’ Al-Mantsurah Fi Aushofi Ath-Thoifah Al-Manshuroh, demikian juga Syaikh Abu Muhammad Rbi’ bin Hadi Al-Madkhaliy telah memaparkannya dalam kitabnya : Ahlul Hadits Hum Ath-Thoifah Al-Manshuroh wa Al-Firqatun Najiyah. Bukanlah maksudnya shufi-shufi sebagai satu kelompok yang memiliki aqidah dan pemikiran yang menyimpang dari Islam sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab saya Al-Jamaat Al-Islamiyah fi Dhuil Kitab Was Sunnah bi Fahmi Salaful Umat hal.82-152 dan yang dimaksud adalah Adz-Dzuhad (orang-orang zuhud) Wallahu ‘alam

11. Al-Lalika’iy menceritakan tentang zaman-zaman yang waktu itu Islam masih jaya dan ilmu nabawiy masih kokoh sekali serta belum disentuh ahlil bid’ah, akan tetapi kita berada dizaman keterasingan, kita lihat banyak dari ahli bid’ah penghapal Al-Qur’an dan berlajar hadits nabawi maka kita jangan tercengang dan untuk siapa kita sedih ; karena kita telah mengetahui penjelasannya dalam Sunnah Nabi yang shahih dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhabarkan kenyataan yang tidak dapat ditolak ini kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala menghindarkan kita darinya dengan kemurahanNya dan melimpahkan rahmatnya kepada kita, maka hendaknya sadarlah wahai para penuntut ilmu syar’i akan hakikat masalah ini sehingga mengetahui kepada siapa megambil agama ini.

Sungguh telah disabdakan Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Termasuk alamat-alamat hari kiamat diambilnya ilmu dari ahlil bid’ah” Dikeluarkan oleh Ibnul Mubarak dalam kitab Az-Zuhud (61) dan Alaalika’i dalam Syarhul Ushul I’tikad Ahlus Sunnah wal Jama’ah (102) dari jalan Ibnu Lahi’ah dari Bakr bin Sawaadah dari Abi Umayah Al-Jumahiy secara marfu’. Saya berkata : dan ini sanadnya shahih ; karena hadits Ibnu Lahi’ah shahih jika diriwayatkan dari jalan Al-Abadillah dari beliau dan Ibnu Mubarak termasuk Al-Abaadilah tersebut. Ibnul Mubarak berkata bahwa makna Al-Ashaaghir adalah ahlil bid’ah.

Hadits ini memiliki syahid (penguat) dari hadits Ibnu Mas’ud yang dihukumi marfu’ ; karena tidak dikatakan menurut pemikiran dan ijtihadnya, dan lafadznya adalah :

“Artinya : Manusia senantiasa dalam kebaikan selama ilmu datang kepada mereka dari para sahabat Muhammad Shallallahu ‘alihi wa sallam dan tokoh-tokoh mereka, dan jika datang kepada mereka ilmu tersebut dari selain tokoh ulama mereka, maka itulah waktu kehancurannya” Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak (851) dan Alaalika’i (101) dan yang lainnya.

Jika ada yang berkata bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Membawa ilmu ini dari setiap generasi orang-orang adilnya yang menghilangkan darinya penyimpangan orang yang sesar dan ajaran orang yang merusak (agama) serta ta’wilnya orang-orang bodoh” Hasan Lighairihi sebagaimana telah saya jelaskan dalam juz khusus yang saya beri nama Tahrirul Qaul fi Tashhoho Haditstsil Udul

Saya jawab : Benar, akan tetapi belumkah kamu membaca tulisannya Imam Nawawiy dalam kitab Tahdzib Al-Asma wa Lughaat (1/17) setelah menyebutkan hadits ini : dan ini berita dari beliau tentang perlindungan, penjagaan ilmu dan keadilan pembawanya dan memberitahukan bahwa Allah memberikan taufiq pada setiap generasi orang-orang adil yang membawa ilmu dan menghilangkan penyimpangan darinya dan yang setelahnya tidak akan hilang dan ini penegasan akan keadilan pembawa ilmu (ulama) pada setiap zaman dan begitulah kenyataannya, walillahil hamd. Dan ini termasuk tanda-tanda kenabian dan tidak mengapa hal ini dengan munculnya sebagian orang-orang fasiq yang mengenal sedikit ilmu karena hadits ini hanya mengkhabarkan bahwa orang-orang adillah yang membawa ilmu ini bukan berarti selain mereka tidak mengenal sedikitpun dari ilmu tersebut. Dan saya telah menjelaskan lebih panjang lagi masalah ini dalam kitab Hilyatul Aalimil Mualim wa Mulghatuth Tholib Al-Mutaallim dan ini diterbitkan oleh Darut Tauhid – Riyadh

Selesai


Sumber : http://aboeshafiyyah.wordpress.com/