Sebuah
kesalahan para penuntut ilmu, ia hanya mengumpulkan ilmu
sebanyak-banyaknya. Namun ia lupa menghiasi dirinya dengan adab-adab
islami kepada yang lain: kepada ustadz, ilmu, kitab, kawan-kawan,
masyarakat, orang tua dan lainnya. Tak heran bila di zaman ini kita akan
menjumpai manusia-manusia durhaka kepada guru dan ustadznya yang telah
mengajarinya sekian banyak jenis ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan
akhiratnya.
Semua itu dibalas dengan adab dan akhlak
buruk kepada gurunya, sampai ada diantara mereka yang meng-ghibahi
gurunya, menghukumi sebagai orang sesat, sementara itu ia tak
menasihatinya. Gelar-gelar buruk tak luput dari lisannya sehingga
manusia yang berjasa dalam hidupnya ia gelari dengan “kadzdzab” (tukang
dusta), dajjal, pencuri dan sederet gelar-gelar hina ia sematkan kepada
sang guru.
Tak heran bila para salaf dan orang tua
mereka senantiasa mewanti-wanti anak-anak mereka jika mereka mengutusnya
kepada seorang guru agar si anak betul-betul menjaga watak dan
perangainya di depan guru (syaikhnya).
Imam Darul Hijroh, Imam Malik bin Anas Al-Ashbahiy -rahimahullah- bercerita tentang kisah awalnya menuntut ilmu:
كانت
أمي تلبسني الثياب وتعممني وأنا صبي وتوجهني إلى ربيعة بن أبي عبد الرحمن
وتقول لي تأتي أنت مجلس ربيعة فتعلم من سمته وأدبه قبل أن تتعلم من حديثه
وفهمه ” مسند الموطأ – 1 / 95
“Dahulu ibuku mengenakan pakaianku dan
memasangkan surbanku, sedang aku masih kecil serta mengarahkanku kepada
Robi’ah bin Abi Abdir Rahman, seraya ibuku berkata kepadaku, “Engkau
akan mendatangi majelisnya Robi’ah. Karenanya, pelajarilah perangai dan
adabnya sebelum engkau mempelajari hadits dan pemahamannya”. [AR. Musnad
Al-Muwaththo’ (1/95) oleh Abul Qosim Al-Jawhariy]
Perhatikanlah ibu dari Imam Malik. Yang
pertama beliau pesankan pada anaknya agar mengambil dan mempelajari adab
gurunya. Pesan mulia ini terus teringat dalam benak beliau sampai saat
beliau menjadi guru, jika menemukan penuntut ilmu pemula, maka beliau
nasihatkan agar mempelajari dan memperhatikan adab dulu sebelum jauh
terjun dalam mengkaji dan mempelajari ilmu-ilmu lain.
Al-Imam Malik -rahimahullah- berkata kepada seorang pemuda Quraisy,
((يا ابن أخي تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم))
“Wahai anakku, pelajari adab sebelum engkau mempelajari ilmu”. [HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (6/330)]
Inilah kebiasaan turun-temurun di tengah
para penuntut dari kalangan salaf. Mereka amat memperhatikan adab,
akhlak dan perangai gurunya (syaikhnya), bukan seperti di zaman ini,
kebanyakan orang hanya memperhatikan kemampuan retorikanya dan candaan
dari para ustadznya. Sementara akhlak dan adabnya tidak mereka
perhatikan. Apalagi guru (ustadz)nya memang tidak menampakkan dan
menjaga adab di majelis.
Sekarang ada baiknya kita menyimak kisah
ajaib dari para salaf yang menggambarkan hebatnya perhatian mereka
terhadap akhlak gurunya.
Dari Al-Husain bin Ismail dari bapaknya, ia (bapaknya) berkata,
كَانَ
يَجتَمِعُ فِي مَجْلِسِ أَحْمَدَ زُهَاءُ خَمْسَةِ آلاَفٍ أَوْ
يَزِيدُوْنَ، نَحْوُ خَمْسِ مائَةٍ يَكْتُبُوْنَ، وَالبَاقُوْنَ
يَتَعلَّمُوْنَ مِنْهُ حُسْنَ الأَدَبِ وَالسَّمْتِ
“Dahulu orang-orang berkumpul di majelis
Ahmad sekitar 5000 orang atau lebih. Sekitar 500 orang menulis, sedang
sisanya mempelajari dari beliau adab dan perangai yang baik”. [Siyar
A’lam An-Nubala’ (11/316)]
Mereka mengambil akhlaq dan adab dari
gurunya melalui lisan atau perbuatan gurunya. Bukan main, para penuntut
ilmu dahulu bertahun-tahun menghinakan diri di depan gurunya untuk
mengambil ilmu dan adab dalam tenggang waktu puluhan tahun. Subhanallah,
tekad yang hebat.
Abu Bakr Ya’qub bin Yusuf Al-Muthowwi’iy -rahimahullah- berkata,
اخْتَلَفتُ
إِلَى أَبِي عَبْدِ اللهِ ثِنْتَي عَشْرَةَ سَنَةً، وَهُوَ يَقْرَأُ
(المُسْنَدَ) عَلَى أَوْلاَدِهِ، فَمَا كَتَبْتُ عَنْهُ حَدِيْثاً
وَاحِداً، إِنَّمَا كُنْتُ أَنْظُرُ إِلَى هَدْيِهِ وَأَخلاَقِهِ
“Aku berbolak-balik kepada Abu Abdillah
(yakni, Imam Ahmad) selama 12 tahun, sedang beliau membaca Al-Musnad di
depan anak-anaknya. Aku tak pernah menulis dari beliau sebuah hadits.
Aku hanyalah memandang kepada petunjuk dan akhlaknya”.[Siyar A’lam
An-Nubala’ (11/316)]
Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarok Al-Marwaziy -rahimahullah- berkata,
طلبت الأدب ثلاثين سنة وطلبت العلم عشرين سنة كانوا يطلبون الأدب ثم العلم
“Aku telah mencari (mempelajari) adab
selama 30 tahun dan aku mencari (mempelajari) ilmu selama 20 tahun.
Dahulu mereka (para salaf) mencari (mempelajari) adab, lalu (setelah
itu) ilmu”. [Lihat Tartib Al-Madarik (3/39) oleh Al-Qodhi Iyadh, cet.
Mathba’ah Fadholah, dan Ghoyah An-Nihayah fi Thobaqot Al-Qurro’
(1/446/no. 1885) oleh Abul Khoir Ibnul Jazariy, cet. Maktabah Ibnu
Taimiyyah, 1351 H]
Demikian secuil nukilan dari kehidupan
para salaf, generasi terbaik dalam menegakkan agama. Mereka adalah kaum
yang dikenal memelihara adab dan menghiasi diri mereka dengannya.
Semakin banyak ilmunya, maka semakin baik pula adabnya.
Adapun generasi sekarang, sebagian orang
diantara mereka, semakin banyak ilmunya, maka semakin congkak dan
kurang adab. Sebagian diantara mereka ada yang berlagak bagaikan orang
awam yang jahil!!
Sumber : http://www.mahad-alfaruq.com/pelajari-adab-sebelum-engkau-mempelajari-ilmu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar