Selasa, 12 November 2013

Sunnahkah Menyantuni Anak Yatim Pada Hari Asyura?

Pertanyaan: Saat ini banyak tersebar keyakinan di masyarakat tentang anjuran menyantuni anak yatim di hari asyura. Apakah benar demikian? Adakah dalil tentang hal ini?
Dari: Abu Ahmad (teXXXXXXXX@yahoo.com)
Jawaban:

Terdapat sebuah hadits dalam kitab tanbihul ghafilin:
ﻣﻦ ﻣﺴﺢ ﻳﺪﻩ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺱ ﻳﺘﻴﻢ ﻳﻮﻡ‎ ‎ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻜﻞ ﺷﻌﺮﺓ‎ ‎ﺩﺭﺟﺔ
“Siapa yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyuro’ (tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat.”
Hadits ini menjadi motivator utama masyarakat untuk menyantuni anak yatim di hari Asyura. Sehingga banyak tersebar di masyarakat anjuran untuk menyantuni anak yatim di hari Asyura. Bahkan sampai menjadikan hari Asyura ini sebagai hari istimewa untuk anak yatim.

Namun sayangnya, ternyata hadits di atas statusnya adalah hadis palsu. Dalam jalur sanad hadits ini terdapat seorang perawi yang bernama: Habib bin Abi Habib, Abu Muhammad. Para ulama hadis menyatakan bahwa perawi ini matruk (ditinggalkan).

Untuk lebih jelasnya, berikut komentar para ulama kibar dalam hadits tentang Habib bin Abi Habib:
a. Imam Ahmad: Habib bin Abi Habib pernah berdusta
b. Ibnu Ady mengatakan: Habib pernah memalsukan hadis (al-Maudhu’at, 2/203)
c. Adz Dzahabi mengatakan: “Tertuduh berdusta.” (Talkhis Kitab al-Maudhu’at, 207).
Karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa hadits ini adalah hadits palsu. Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadits batil, tidak ada asalnya.” (al-Maudhu’at, 2/203)
Keterangan di atas sama sekali bukan karena mengaingkari keutamaan menyantuni anak yatim. Bukan karena melarang anda untuk bersikap baik kepada anak yatim. Sama sekali bukan.

Tidak kita pungkiri bahwa menyantuni anak yatim adalah satu amal yang mulia. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan dalam sebuah hadits:
ﺃَﻧَﺎ ﻭَﻛَﺎﻓِﻞُ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢِ ﻛَﻬَﺎﺗَﻴْﻦِ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ,‏‎ ‎ﻭَﺃَﺷَﺎﺭَ ﺑِﺎﻟﺴَّﺒَّﺎﺑَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻮُﺳْﻄَﻰ , ﻭَﻓَﺮَّﻕَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ‎ ‎ﻗَﻠِﻴﻼً
“Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim seperti dua jari ini ketika di surga.” Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau memisahkannya sedikit.” (HR. Bukhari no. 5304)
Dalam hadits shahih ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menyebutkan keutamaan menyantuni anak yatim secara umum, tanpa beliau sebutkan waktu khusus. Artinya, keutamaan menyantuni anak yatim berlaku kapan saja. Sementara kita tidak boleh meyakini adanya waktu khusus untuk ibadah tertentu tanpa dalil yang shahih.

Dalam masalah ini, terdapat satu kaidah terkait masalah ‘batasan tata cara ibadah’ yang penting untuk kita ketahui:
ﻛﻞ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﻣﻄﻠﻘﺔ ﺛﺒﺘﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺑﺪﻟﻴﻞ‎ ‎ﻋﺎﻡ ؛ ﻓﺈﻥ ﺗﻘﻴﻴﺪ ﺇﻃﻼﻕ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ‎ ‎ﺑﺰﻣﺎﻥ ﺃﻭ ﻣﻜﺎﻥ ﻣﻌﻴﻦ ﺃﻭ ﻧﺤﻮﻫﻤﺎ ﺑﺤﻴﺚ‎ ‎ﻳﻮﻫﻢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﻘﻴﻴﺪ ﺃﻧﻪ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﺷﺮﻋًﺎ ﻣﻦ‎ ‎ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﺪﻝّ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ‎ ‎ﺍﻟﺘﻘﻴﻴﺪ ﻓﻬﻮ ﺑﺪﻋﺔ
“Semua bentuk ibadah yang sifatnya mutlak dan terdapat dalam syariat berdasarkan dalil umum, maka membatasi setiap ibadah yang sifatnya mutlak ini dengan waktu, tempat, atau batasan tertentu lainnya, dimana akan muncul sangkaan bahwa batasan ini merupakan bagian ajaran syariat, sementara dalil umum tidak menunjukkan hal ini maka batasan ini termasuk bentuk bid’ah.” (Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 52)
Karena pahala dan keutamaan amal adalah rahasia Allah, yang hanya mungkin kita ketahui berdasarkan dalil yang shahih.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Sumber: www.KonsultasiSyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar