Tanya : Bagaimana hukumya donor darah? (abu suhail – akbar_gandxxx@yahoo.co.id )
Jawab :
Hukum mendonorkan darah adalah boleh dengan syarat dia tidak boleh menjual darahnya, karena Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Ibnu Abbas -radhiyallahu anhuma-:
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ, حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ, حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
"Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sebuah kaum untuk memakan sesuatu maka Allah akan haramkan harganya."
Sedangkan darah termasuk dari hal-hal yang dilarang untuk
memakannya, sehingga harganya pun (baca: diperjual belikan) diharamkan.
Adapun jika yang membutuhkan darah memberikan kepadanya sesuatu
sebagai balas jasanya, maka boleh bagi sang pendonor untuk mengambilnya,
tapi dengan syarat, dia tidak memintanya sebelum dan sesudah donor,
tidak mempersyaratkannya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
baik secara jelas maupun dengan isyarat, baik secara zhohir maupun
batin. Kapan dia melaksanakan salah satu dari perkara-perkara di atas,
maka haram baginya untuk menerima pemberian dari orang tersebut.
Adapun orang yang membutuhkan darah, sementara dia tidak
mendapatkan darah yang gratis, maka boleh baginya membeli darah dari
orang lain –karena darurat-, sedangkan dosanya ditanggung oleh yang
menjualnya. Wallahu A’lam.
Ini adalah rincian dari Syaikh Abdurrahman bin Mar’i Al-Adani sebagaimana dalam Syarhul Buyu’ min Kitab Ad-Durori hal. 14.
Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhali menjawab ketika ditanya dengan
pertanyaan di atas, “Jika maslahat pasti terhasilkan, dan tidak timbul
mudharat yang parah pada dirinya ketika darahnya dihisap, maka tidak ada
larangan untuk mendonorkannya dan di dalamnya ada pahala yang besar,
dengan dalil AL-Kitab dan As-Sunnah, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan walaupun sekecil semut maka dia akan
melihat (pahala)nya, dan barangsiapa yang beramal dengan kebaikan
walaupun
sekecil semut niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Juga sebagaimana
Nabi -shallallahu alaihio wasallam bersabda, “Allah senantiasa menolong
hambanya selama hamba itu menolong saudaranya”.
Akan tetapi, tidak boleh menjual darahnya dan memakan hasilnya, wallahu A’lam. Lihat Al-’Aqdil Mandhid hal. 340.
Adapun memasukkan darah ke tubuh orang lain, maka itu adalah haram,
karena dia termasuk ke dalam perbuatan memakan darah, sementara Allah
-’Azza wa Jalla- berfirman,
"Diharamkan atas kalian (untuk memakan) bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih untuk selain Allah." (Al-Ma`idah: 3)
Akan tetapi jika keadaannya mendesak dan darurat, sehingga bisa
membahayakan nyawa pasien jika dia tidak diberi darah, maka hal itu
dibolehkan sesuai dengan kadar yang dibutuhkan. Ini terambil dari dua
kaidah yang masyhur di kalangan ulama: Hal yang darurat membolehkan
dikerjakannya hal-hal yang dilarang (Adh-Dhoruroh tubihul mahzhuroh),
dan hal yang darurat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan (Adh-Dhoruroh
tuqaddaru biqadariha).
Ini merupakan kesimpulan dari fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah dan
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Mar’i Al-Adani, sebagaimana bisa dilihat
dalam Syarhul Buyu’ min Kitab Ad-Durori hal. 14.
(Dijawab oleh Ust. Hammad Abu Mu’awiyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar